Jumat, 09 Juli 2021

Kritik dan Esai Lima Cerita Pendek


Judul cerita pendek yang akan dibahas yaitu; "Sorot Mata Syaila", "Sepatu Jinjit Aryanti", "Bambi dan Perempuan Berselendang Baby Blue", "Tahi Lalat" dan "Jangan ke Istana, Anakku". Cerpen tersebut banyak mengandung kritik sosial yang berkaitan dengan masalah sosial, politik, ekonomi, hukum, agama, dan lain sebagainya. Dalam cerpen karya M. Shoim Anwar terkandung nilai sosial karena sebagian besar cepernya memuat kritik yang ditunjukkan terhadap ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Kritik-kritik tersebut berhubungan atau tidak dapat dilepaskan dari latar belakang kehidupan Shoim Anwar. 

Dalam cerita pendek yang berjudul "Sorot Mata Syaila" pengarang mengandung nilai sosial yang berkaitan dengan masalah hukum. Cerpen tersebut berkisah tenatng koruptor di Indonesia. Cerita bermula ketika tokoh aku dalam cerpen berada di luar negeri untuk menghindari penggilan pengadilan, karena mempunyai orang dalam sebelum penangkapan ia sudah mengantisipasi dengan pergi ke luar negeri dengan alasan mengunjungi dan berziarah ke makam-makam para nabi.

Dalam cerpen ini penyair menggambarkan watak tokoh aku yang tidak bertanggung jawab dengan apa yang sudah dilakukan di negaranya dan sudah menyalahgunakan jabatan yang sudah diberikan dan diemban untuk kepentingan pribadi. Dalam cerpen ini penyair menuliskan caranya untuk berlari dari proses hukum dengan pergi ke luar negeri daripada memperbayak alasan untuk mengindari panggilan, ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

"Bagiku, pergi melakukan ibadah ke Tanah Suci jauh lebih baik daripada pura-pura sakit ketika diproses secara hukum. Aku toh berdoa sungguh-sungguh. Berita-berita dari tanah air menyatakan bahwa aku buron sehingga beberapa lembaga antikorupsi ikut menempel posterku di tempat-tempat umum."

Dalam cerpen ini juga digambarkan pelaku korupsi dapat mempermainkan hukum di negeri ini dengan uang hasil korupsi mereka. Seperti yang dilakukan oleh toko aku yang pergi ke luar negeri padahal statusnya sudah menjadi tersangka. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

" Ketika beberapa kali disidik oleh pihak kepolisian, aku dapat bocoran bahwa statusku yang semula saksi sudah ditingkatkan menjadi tersangka. Ada yang mengatur agar statusku tidak bocor ke publik. Pada saat itulah aku dengan cepat melarikan diri ke luar negeri. Tentu saja dengan beberapa skenario yang sudah kupersiapkan sejak kasusku mulai diungkap. Semua keluarga sudah diskenario agar satu suara, bila perlu bungkam."

Dalam cerita pendek yang berjudul "Sepatu Jinjit Aryanti" pengarang mengandung kritik sosial yaang berkaitan dengan masalah politik. Dalam cerpen “Sepetu Jinjit Aryanti” pengarang mencoba untuk membandingkan negara Indonesia dengan negara lain yang pembangunannya lebih cepat dibandingkan dngan negara Indonesia yang dalam proses pembangunannya sangat lambat. Hal itu dibuktikan dengan kutipan berikut.

“Johor adalah satu-satunya provinsi yang memperbolehkan kepemilikan asing dan penanaman modal asing. Tak heran jika pembangunan fisik di provinsi itu berjalan begitu cepat.”

Selain untuk menyindir negara Indonesia yang pembangunnanya sangat lambat pengarang juga menceritakan bagaimana politik Indonesia yang menggunakan orang-orang biasa agar politik yang mereka rencanakan berjalan dengan baik. Salah satuhnya yaitu dengan gadis-gadis yang berparas cantik yaitu dengan cara menyuruh gadis-gadis cantik itu untuk dekat dengan lawan politik mereka sehingga apa yang mereka lakukan tidak tercium. Sebegitu pintarnya para politik sekarang yang menggunakan segalah cara.

Di zaman sekarang banyak sekali masyarakat kecil yang menjadi korban dari perbuatan para politikus yang mengatasnamakan rakryat agar kebusukan mereka tidak tercium oleh rakyat. Tanpa mereka sadari bahwa yang mereka lakukan itu berimbas pada masyarakat kecil namun bagi para penguasa yang terpenting adalah harta dan kekuasaan. Orang-orang kecil tidak bersalah harus ikut bertanggung jawab atas permainan politik yang dimainkan oleh para penguasa demi menyelamatkan posisi mereka. Bahkan mereka harus diasingkan dari keluarga mereka demi menyelamatkan para penguasa sebab mereka di ancam untuk tidak menceritakan kebenaran kepada publik. Agar ceritanya lebih menarik pengarang mencoba untuk membungkus makna yang ingin disampaikan dengan bahasa yang sedemikian indah. Namun secara keseluruhan cerpen di atas merupakan tentang perjalanan politik yang ada di Indonesia. Seseorang yang membaca cerpen di atas secara keseluruhan akan memahami isi dari cerpen tersebut. secara keseluruhan cerpen “Sepatu Jinjit Aryanti” di atas sangat menarik. Cerpen di atas merupakan cerita tentang perjalanan politik yang mungkinn pernah ada di Indonesia.

Dalam cerita pendek yang berjudul "Bambi dan Perempuan Berselendang Baby Blue" pengarang mengandung kritik sosial yaang berkaitan dengan masalah hukum. Cerpen tersebut menceritakan tentang jaksa yang hanya membohongi terdakwa dengan janji akan memenangkan masalah hukum yang menjerat terdakwa tersebut dan berjanji kepada terdakwa akan memenangkan perkara yang ada di persidangan. Akan tetapi, dengan syarat harus memberikan uang agar perkaranya bisa menang.

Dalam cerpen ini terdapat tokoh yang bernama Bambi. Bambi adalah seorang jaksa yang tidak bertanggung jawab terhadap seorang terdakwa yang ingin kasusnya dapat menang dan terselesaikan. Akan tetapi Bambi mempunyai syarat kepada terdakwa agar bisa menang, dengan memberikan sejumlah uang untuk menyuap di peradilan, alih-alih bisa menang uang tersebut diberikan terdakwa kepada Bambi malah disalahgunakan oleh Bambi untuk bersenang-senang menikmati glamornya kemewahan bersama wanita-wanita cantik yang ia sewa dengan uang hasil terdakwa tersebut. Uang tersebut digunakan di sebuah klub untuk bermanja bersama wanita dan berdansa ria. Di dalam cerpen tersebut juga terdapat tokoh bernama Miske. Miske adalah seorang wanita yang bersama Bambi di sebuah klub untuk bersenang-senang dan berdansa ria. Nama aslinya bukan Miske tetapi Kiara. Kiara juga merupakan korban dari Bambi, sebagai ahli waris dia tidak pernah datang ke pengadilan, hanya di wakilkan oleh kuasa hukumnya saja. Ibu dari Kiara tersebut hanya dipermainkan saja karena Bambi ingin mendapatkan Kiara. Di dalam cerpen tersebut terdapat tookoh yang bernama Devira yang merupakan korban penipuan yang disebabkan oleh Bambi, permasalahan yang sama untuk kasusnya menang harus menyiapkan sejumlah uang untuk menyuap jaksa di persidangkan. Namun, Deviara kalah dan dirinya mengalami kerugian yang banyak.

 “Aku ingin bicara,” kata saya di mulut toilet

“Bicara Apa?” Bambi mengarahkan pandangan ke muka saya.

“Putusanmu. Mengapa aku kau kalahkan?”

“saya sudah mengusahakan agar kau yang menang di pengadilan, tapi tak ada dissenting opinion”

“Itu persis kasus saya. Tapi mengapa saya tidak dimenangkan?” saya bertanya pada Devira

“Ibu tahu,” Devira meyakinkan, “Perempuan yang diajak berdansa tadi itu adalah anak dari almarhum Pak Madali, yang ibu gugat.”

“Namanya Miske katanya.”

“Bukan. Nama aslinya Kiara. Sebagai ahli waris, dia tidak pernah datang ke pengadilan. Hanya diwakili kuasa hukumnya. Ibu dipermainkan Pak Bambi demi mendapatkan Kiara”

“Saya memang pernah mendengar nama itu. Setan semuanya!”

Dapat dilihat dari kutipan di atas bahwa seseorang mendapatkan apa yang ia inginkan menghalalkan segala cara. Bahkan yang sudah terikat akan janji kepada seseorang, dan demi mendapatkan apa yang ia butuhkan (1 kebutuhan lagi) ia dapat menyeleweng akan janjinya. Seperti yang dialami oleh Anik, Mikes dan Bambi.

Dalam cerpen Bambi dan Perempuan Berselendang Baby Blue mengingatkan kita tentang arti dari sebuah komitmen. Selain itu juga mengingatkan kita dalam mendapatkan apa yang kita inginkan. Dalam menjalankan segala sesuatu hendaknya kita harus selalu berbuat kebaikan. Jangan menghalalkan segala cara demi mendapatkan apa yang kita inginkan.

Dalam cerita pendek yang berjudul "Tahi Lalat" pengarang mengandung kritik sosial yaang berkaitan dengan masalah politik. Cerpen Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah karya M. Shoim Anwar merupakan hasil karya sastra yang menggambarkan realitas kehidupan seorang Lurah dengan warga desanya. Shoim Anwar sebagai pengarang cerpen ini menggugah pembaca dengan menyajikan kehidupan seorang Lurah yang menyalah gunakan jabatannya itu untuk memperdaya masyarakat sekitar da membuat warganya menjadi sengsara.

Perhatikan kutipan berikut:

“Di sebelah mana tahi lalatnya?” aku mencoba mengorek kejelasan.

“Di sebelah kiri, agak ke samping,” jawab Bakrul.

“Katanya sebesar biji randu.”

“Ooo…,” aku manggut-manggut.

Bagi yang kurang yakin, pertanyaan yang dilontarkan pun langsung diteriakkan saat aku lewat di wilayah mereka.

“Di dada istri Pak Lurah ada tahi lalatnya ya?” pertanyaan di teriakkan salah seorang warga. Kali ini aku mencoba menahan diri, tanpa memberi jawaban atau kode.

“Di sebelah kiri ya?” teriakkan itu di lanjutkan.

“Sebesar biji randu ya?”

Pada kutipan di atas, dalam kehidupan bermasyarakat memang terkadang ada orang yang suka mencari kekurangan dari orang lain. Dari berita yang kurang baik apalagi dari orang-orang ternama yang ada di desa tersebut pastinya akan menjadi bahan pembicaraan yang sangat menarik untuk dibicarakan. Berita yang belum tentu ada benarnya itu akan cepat menyebar dari mulut ke telinga orang-orang di sekitarnya tanpa pandang bulu. Seperti itulah realita kehidupan masa kini yang sering mencari-cari kekurangan dari orang lain.

Perhatikan kutipan berikut:

“Suara truk pengangkut material untuk pembangunan perumahan menderu-deru di jalan depan rumah yang rusak parah. Debu-debu itu sering dikeluhkan oleh anakku, Laela, setiap pulang sekolah. Entah mengapa Pak Lurah dan perangkatnya tak peduli dengan situasi itu. Pak Lurah justru tampak akrab dan sering keluar bareng dengan mobil pengembang perumahan itu.”

Pada kutipan di atas, sejak dibangunnya perumahan di desa tersebut, banyak warga yang tersiksa oleh proyek pembangunan itu. Bukan hanya jalan yang semakin rusak, tetapi juga debu-debu berterbangan kemana pun dan membuat sesak di dada. Pejabat desa pun enggan untuk peduli kepada nasib warganya yang semakin mengenaskan itu. Justru para pejabat desa sudah tidak memperdulikan warganya, dan lebih mementingkan proyeknya itu berjalan dengan lancar. Pejabat desa itu lebih mementingkan pemilik pengembangan perumahan saja.

Perhatikan kutipan berikut:

“Bulan depan adalah masa pendaftaran calon lurah atau kepala desa di sini. Konon Pak Lurah akan mencalonkan kembali untuk periode berikutnya. Tak ada yang bisa mencegahnya meski janji-janjinya yang dulu ternyata palsu.”

Pada kutipan di atas, dalam dunia politik memang seperti itu adanya, janji-janji yang disampaikan waktu pemilihan tidak akan pernah ditepati, mungkin karena sudah menjadi orang yang terpilih dan hidupnya sudah enak lantas melupakan janji-janjinya kepada warganya. Jadilah seorang pemimpin yang bertanggung jawab, yang menepati janjinya kepada warga, bukan hanya omong kosong belaka yang ada.

Dalam cerita pendek yang berjudul "Jangan ke Istana, Anakku" pengarang mengandung kritik sosial yaang berkaitan dengan masalah politik. Pada cerpen tersebut, menceritakan bagaimana seorang rakyat yang dalam kehidupan yang amat sederhana namun memiliki kebahagiaan dalam kehangatan rumah tangga namun dipilih oleh istana untuk menjadi penjaga disana, dan tidak ada pilihan lain karena jika menolak pun sama saja dengan mencari kematian.

Satu kesadaran, bahwa pada kehidupan ini, masih banyak masyarakat yang hidup susah atau tidak mampu, namun harus bekerja dan meninggalkan keluarganya untuk mencari nafkah untuk keluarga. Rela menahan rindu dan menjalankankan segala kewajibannya pada pekerjaan tersebut. Pada era sekarang ini, kejadian tersebut sudah tidak asing lagi. Masyarakat jarang ada yang mau bekerja di tempatnya sendiri dengan upah yang seadanya, namun bekerja di luar ruang lingkupnya untuk upah yang lebih besar meninggalkan keluarga namun mereka berfikir bahwa kebahagiaan akan datang dengan sendirinya saat pekerjaan itu berhasil, mereka lupa akan waktu yang seharusnya mereka gunakan dengan keluarga.

Pada cerpen tersebut menceritakan bahwa sang tokoh “Aku” memiliki istri yang nekat untuk masuk ke istana, padahal hal tersebut sudah jelas dilarang karena penjagaan istana yang ketat. Akibatnya, sang istri dilirik oleh sang raja dan dijadikannya penari namun tidak pernah ada kabar setelah itu. Hal ini dalam kehidupan nyata, marak terjadi. Karna tidak tertahan membandung rasa rindu dengan sang pujaan hati, akhirnya ia nekat untuk menyusulnya apapun yang terjadi, mungkin dalam pemikiran sang pelaku, ia beranggakap bahwa yang terpenting ia sudah berusaha. Apapun yang dihadapi nanti itu urusan belakangan. Konsekuensi akan ia dapatkan dan itulah resikonya.

Pada sisi kerajaan atau istana, dengan memiliki wewenang atau jabatan. Mereka bisa melakukan apa pun yang mereka inginkan. Keegoisan yang cukup tinggi dan melupakan hak asasi orang lain. Jika dihubungkan dengan kondisi saat ini, banyak sebuah pekejaan yang memainkan pekerjanya tidak seperti manusia. Istirahat yang kurang, waktu bertemu dengan keluarganya, bahkan terkadang itu dengan biaya yang tidak sepadan.

Masih banyak juga orang yang memiliki jabatan tinggi namun salah menggunakan jabatan tersebut. Karena jabatan itu, mereka berlaku sewenang-wenang dengan pihak kecil. Dapat membayar hak mereka dengan uang-uang mereka dan biasanya itu terjadi karena ia melupakan perjalanan mereka dari nol hingga memiliki jabatan tersebut.

Dari lima cerita pendek yang sudah dibahas yaitu; "Sorot Mata Syaila", "Sepatu Jinjit Aryanti", "Bambi dan Perempuan Berselendang Baby Blue", "Tahi Lalat" dan "Jangan ke Istana, Anakku". Cerpen tersebut banyak mengandung kritik sosial yang berkaitan dengan masalah hukum dan politik. Dalam cerpen karya M. Shoim Anwar terkandung nilai sosial karena sebagian besar cepernya memuat kritik yang ditunjukkan terhadap ketimpangan sosial yang terjadi di negeri ini. 


Minggu, 27 Juni 2021

Kritik dan Esai Revisualisasi Video Klip “Mama Papa Larang” Oleh Mahasiswa PBSI UNIPA Angkatan 2014


MAMA PAPA LARANG

Judika


Separuh nafasku

Ku hembuskan untuk cintaku

Biar rinduku

Sampai kepada bidadariku

Uu-uu

Kamu segalanya, tak terpisah oleh waktu

Biarkan bumi menolak, 'ku tetap cinta kamu

Biar mamamu tak suka, papamu juga melarang

Walau dunia menolak, 'ku tak takut

Tetap 'ku katakan 'ku cinta dirimu

Ohh


Karena kamu

Bintang di hatiku


Takkan ada yang lain

Mampu goyahkan rasa cintaku padamu

Kamu segalanya, tak terpisah oleh waktu

Biarkan bumi menolak, 'ku tetap cinta kamu

Biar mamamu tak suka, papamu juga melarang

Walau dunia menolak, 'ku tak takut


Tetap 'ku katakan 'ku cinta dirimu


Sudah jangan kau usik lagi

Cinta yang tertanam di hati

Akan 'ku bawa sampai mati

Kamu segalanya, tak terpisah oleh waktu

Biarkan bumi menolak, 'ku tetap cinta kamu

Biar mamamu tak suka, papamu juga melarang

Walau dunia menolak, 'ku tak takut

Tetap 'ku katakan 'ku cinta dirimu

Ohh-uu

Dirimu



Kritik dan Esai Revisualisasi Video Klip “Mama Papa Larang” Oleh Mahasiswa PBSI UNIPA Angkatan 2014

Lagu ini mengisahkan tentang seorang laki-laki yang sangat mencintai kekasihnya. Akan tetapi, perasaan tersebut tidak disambut dengan baik oleh orang tua pasangannya. Ibu dari perempuan melarang anaknya menjalin hubungan cinta dengan laki-laki tersebut. Alasan melarang sang anak berhubungan dengannya tak dijelaskan dalam lirik lagu Mama Papa Larang yang dinyanyikan Judika ini. Tapi, setiap orang tua sepertinya memang punya penilaian sendiri kepada calon mantu mereka. Entah itu harus memiliki keyakinan, ras, budaya yang sama, atau bisa juga karena masalah lainnya.

Dalam video klip karya mahasiswa PBSI UNIPA Angkatan 2014 menceritakan bahwa hubungan mereka terhalang restu dari ibu tokoh perempuan. Ibu dari tokoh perempuan memegang teguh agama, sehingga ia melarang anaknya untuk berpacaran. 

Meskipun dilarang mendekati anaknya, laki-laki dalam lagu ini tidak menyerah begitu saja. Mungkin karena saking cintanya, ia tak akan berpaling hati dan tetap berjuang sampai mati untuk mendapatkan restu dari orang tua pacarnya.

Dalam video klip lagu diceritakan bahwa tokoh laki-laki menasehati agar tokoh perempuan pulang ke rumah dan berusaha bersama untuk mendapatkan restu dari ibu tokoh perempuan. Tokoh laki-laki tersebut telah menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh untuk mendapatkan restu dari ibu tokoh perempuan.

Hal tersebut tergambar dalam penggalan lirik, “Kamu segalanya, tak terpisah oleh waktu. Biarkan bumi menolak, ku tetap cinta kamu. Biar mamamu tak suka, papamu juga melarang. Walau dunia menolak ku tak takut. Tetap kukatakan kucinta dirimu.” Kata dunia dan bumi dalam lirik tersebut mungkin hanya sebagai kiasan saja. Bahwasanya, apa pun dan siapa pun yang tak suka dengan hubungan mereka, laki-laki ini tetap akan memperjuangkan cintanya.









Rabu, 16 Juni 2021

Kritik dan Esai Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia” Karya Taufiq Ismail

Puisi merupakan salah satu karya sastra yang menggambarkan kehidupan dengan mengangkat masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Taufiq Ismail menuliskan perasaannya dalam puisi yang berjudul “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia”. Sebagai penyair Taufiq Ismail menggambarkan keadaan kelas sosial dari kalangan kelas bawah, menengah dan atas dengan tepat sesuai proses terjadinya. Taufiq Ismail mempunyai kekhasan tersendiri yang menjadi ciri puisi tersebut yaitu menuliskan kejadian demi kejadian secara jelas, serta mengungkapkan segala duka laranya dalam puisi dengan bahasa sederhana dan mudah untuk dipahami oleh khalayak umum dan mengungkapkan sindirannya secara sopan santun. Berikut adalah puisinya.


         Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia


I

Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga

Ke Wisconsin aku dapat beasiswa

Sembilan belas lima enam itulah tahunnya

Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia 


Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia

Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda

Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,

Whitefish Bay kampung asalnya

Kagum dia pada revolusi Indonesia 


Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya

Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama

Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya

Dadaku busung jadi anak Indonesia


Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy

Dan mendapat Ph.D. dari Rice University

Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army

Dulu dadaku tegap bila aku berdiri

Mengapa sering benar aku merunduk kini 


II

Langit langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak

Hukum tak tegak, doyong berderak-derak

Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,

Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza

Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia

Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata

Dan kubenamkan topi baret di kepala

Malu aku jadi orang Indonesia.


III

Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor

satu,


Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang

curang susah dicari tandingan, 


Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu

dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek secara

hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,


Di negeriku komisi pembelian alat-alat besar, alat-alat ringan,

senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan

peuyeum dipotong birokrasi lebih separuh masuk

kantung jas safari,


Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,

anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,

menteri, jenderal, sekjen, dan dirjen sejati, agar

orangtua mereka bersenang hati,


Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum sangat-

sangat-sangat-sangat-sangat jelas penipuan besar-

besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,


Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan

sandiwara yang opininya bersilang tak habis dan tak

putus dilarang-larang,


Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusat

belanja modal raksasa,


Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,

ciumlah harum aroma mereka punya jenazah, sekarang

saja sementara mereka kalah, kelak perencana dan

pembunuh itu di dasar neraka oleh satpam akhirat akan

diinjak dan dilunyah lumat-lumat, 


Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia dan tidak

rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli, kabarnya

dengan sepotong SK suatu hari akan masuk Bursa Efek

Jakarta secara resmi,


Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, lima

belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,


Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,

fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,


Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat jadi pertunjukan teror

penonton antarkota cuma karena sebagian sangat kecil

bangsa kita tak pernah bersedia menerima skor

pertandingan yang disetujui bersama,


Di negeriku rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat Piala

Dunia demi keamanan antarbangsa, lagi pula Piala

Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil karena Cina,

India, Rusia dan kita tak turut serta, sehingga cukuplah

Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,


Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat

terang-terangan di Aceh, Tanjung Priuk, Lampung, Haur

Koneng, Nipah, Santa Cruz, Irian dan Banyuwangi, ada pula

pembantahan terang-terangan yang merupakan dusta

terang-terangan di bawah cahaya surya terang-terangan,

dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai

saksi terang-terangan, 


Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam

kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam di

tumpukan jerami selepas menuai padi.


IV

Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak

Hukum tak tegak, doyong berderak-derak

Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,

Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza

Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia

Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata

Dan kubenamkan topi baret di kepala

Malu aku jadi orang Indonesia.


1998



Dalam puisi " Malu (Aku Jadi Orang Indonesia" penyair menggambarkan berbagai persoalan yang terjadi di Indonesia diberbagai aspek kehidupan. Mulai dari persoalan birokrasi hingga ke persoalan budi pekerti. Hal ini digambarkan dalam kutipan puisi berikut.


Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor 

satu,

Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang

curang susah dicari tandingan, 


Di Indonesia masih banyak budaya menguasai bukan melayani publik dalam birokrasi yang diakibatkan proses pengisian jabatan-jabatan dalam birokrasi berdasarkan kedekatan dengan penguasa. Masih banyak pengangkatan jabatan berdasarkan hubungan keluarga, kerabat, dan saudara. Selain itu  kerusakan moral dalam birokrasi yang selalu berpikir mendapatkan uang dengan melakukan tindakan korupsi.

Dalam puisi "Malu (Aku Jadi Orang Indonesia" penyair menggambarkan tentang masalah budi pekerti yang terjadi di Indonesia. Hal ini digambarkan dalam bait puisi berikut ini.


Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam

kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam di

tumpukan jerami selepas menuai padi.


Dari bait tersebut penyair menunjukkan bahwa budi pekerti menjadi masalah serius yang terjadi di Indonesia.   Hal ini  terjadi dapat dilihat dari peran orang tua, sekolah, masyarakat, dan pemerintah masih sangat kurang untuk turut menanggulangi kemerosotan moral dan budi pekerti anak, terutama dalam bentuk kontrol. Hal ini diakibatkan oleh kondisi atau ekonomi negara saat ini dan dipengaruhi oleh era globalisasi dengan ciri teknologi yang terus berkembang pesat turut memberi andil terjadinya kemerosotan moral dan budi pekerti anak.

Melalui puisi "Malu (Aku Jadi Orang Indonesia" penyair menyampaikan pesan kepada kita bahwa kita harus bertanggung jawab dengan kondisi Indonesia saat ini.  Melalui puisi tersebut penyair menunjukkan kecintaannya terhadap bangsa Indonesia. Oleh  karena itu, setiap individu harus berjuang untuk membela dan melindungi tanah airnya, rela berkorban demi kepentingan bangsa, mencintai adat, budaya, ekonomi, sosial, politik ,serta lingkungan.








Minggu, 06 Juni 2021

Kritik dan Esai Cerpen Setan Banteng

Cerpen “Setan Banteng” merupakan salah satu karya dari Seno Gumira Ajidarma. Dalam cerpen “Setan Banteng” pengarang memberikan penggambaran mengenai sikap atau perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pada kutipan cerpen berikut.

“Siapa yang berani?” pemimpin rombongan itu bertanya. Anak-anak kelas VI sekolah dasar itu hanya saling memandang, bahkan ada yang mundur seperti ada sesuatu yang mengancamnya, tetapi ada yang menjawab tantangan itu. “Aku!”

Dari kutipan tersebut menunjukkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai orang-orang yang tidak memiliki keberanian untuk hidup, apalagi berani sukses. Banyak orang yang lebih suka berkeluh kesah atas kesulitan yang dialaminya daripada berjuang mengerahkan segenap potensi untuk mengatasi kesulitan tersebut. Akan tetapi, dalam kehidupan kita saat ini ada juga yang berani mengambil langkah besar untuk bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya baik terhadap diri sendiri ataupun masyarakat, dan lingkungan sekitar, lingkungan sosial budaya, negara.

Dalam cerpen "Setan Banteng" juga Pengarang menggambar sikap saling peduli terhadap sesama. Hal ini digambarkan dalam kutipan cerpen berikut.Anak itu sendiri, yang tadinya tersungkur, berbalik dan mengusap mata bagaikan baru terbangun dari tidur. Guru, yang tampaknya mengerti belaka permainan semacam ini, mengangkatnya bangun dan merangkul bahunya.

Dari kutipan cerpen tersebut menunjukkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita harus saling peduli dengan kehidupan di sekeliling kita. Sikap peduli yang digambarkan oleh tokoh "Guru" dalam cerpen tersebut merupakan suatu bentuk rasa peduli yang patut kita teladani dalam kehidupan kita sehari-hari.

Cerpen "Setan Banteng" memberikan gambaran kepada manusia sebagai makhluk sosial perlu memiliki hubungan yang baik antar sesama dengan diwujudkan dalam bentuk sikap peduli. Manusia merupakan makhluk sosial, dan dalam kehidupan bermasyarakat perlu adanya hubungan yang baik antar sesama. Oleh karena itu dalam kehidupan kita sehari-hari sangat penting membangun karakter manusia yang baik. Hal ini bisa diterapkan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.












Minggu, 30 Mei 2021

Kritik dan Esai Puisi Sajak Palsu Karya Agus R. Sarjono

Puisi merupakan suatu imajinasi yang diungkapakan oleh pengarangnya. Bagaimana seseorang tersebut menggambarkan suatu kejadian, bagaimana seseorang tersebut mengungkapkan segala isi hatinya, bagaimana seseorang tersebut melukiskan sosok dirinya, dan sebagainya. Sebagai contoh, Sajak Palsu karya Agus R. Sarjono. Penyair menyuguhkan salah satu realita yang terjadi di negeri ini melalui puisinya dengan memotret kehidupan masyarakat bangsa ini yang penuh kepura-puraan dan kepalsuan. Berikut adalah puisinya.

Sajak Palsu

Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah 

dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar

sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di  akhir sekolah

mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka

yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah

mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru

untuk menyerahkan amplop berisi perhatian

dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu

dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru

dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu

untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan

nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah

demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir

sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,

ahli pertanian palsu, insinyur palsu.

Sebagian menjadi guru, ilmuwan

atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi

mereka  menghambur ke tengah pembangunan palsu

dengan ekonomi palsu sebagai panglima

palsu. Mereka saksikan

ramainya perniagaan palsu dengan ekspor

dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan

berbagai barang kelontong kualitas palsu.

Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus

dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga

pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri

yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga

dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka

uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu

sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis

yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam

nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu

meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan

gagasan-gagasan palsu di tengah seminar

dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya

demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring

dan palsu.

1998


Dari puisi di atas yang berjudul “Sajak Palsu” yang di tulis oleh Agus R. Sarjono. Pengarang menceritakan tentang kehidupan di negeri ini  yang penuh dengan kepalsuan atau kebohongan.  Puisi tersebut mengangkat potret kehidupan sosial kita yang serba palsu dan penuh kepura-puraan. Hal ini sering terjadi di kehidupan masyarakat saat ini. Sangat terlihat bahwa pemerintah bekerja dengan kepalsuan pencitraan kekuasaan, seolah untuk rakyat, namun realitanya kekuasaan didayagunakan hanya untuk diri dan kelompok sendiri.

Dalam puisi tersebut penyair menggambarkan dengan jelas bagaimana negeri ini berada dalam kegelapan karena dihuni oleh banyaknya kepalsuan yang berakibat fatal bagi bangsa Indonesia sendiri. Hal tersebut sangat berdampak buruk bagi generasi muda, sang pemegang kunci masa depan bangsa. Kalau generasi muda sering disuapi kenyataan hidup yang palsu, maka akan menjadi generasi penerus bangsa sebagai penggerak kehidupan negara yang tak dapat lepas dari kepalsuan, baik itu kehidupannya dimasa yang akan datang maupun sejarahnya pembentukannya. Akan tetapi, tentu saja kita tidak mau hidup dalam kebohongan hingga tidak ada satu pun orang yang bisa dipercayai. 

Dalam puisi "Sajak Palsu" Penyair menggunakan diksi yang mudah dipahami. Bentuk  puisi lebih kelihatan seperti sebuah karangan cerita tidak berupa bait yang terpisah-pisah. Penyair menyampaikan puisi ini bertujuan untuk menyindir dan mengingatkan kepada pengobral kepalsuan di negeri ini agar mereka bertobat menuju kejujuran.




Minggu, 23 Mei 2021

Kritik dan Esai Puisi Wiji Thukul

 Kritik dan Esai Puisi Wiji Thukul


                 PERINGATAN

Jika rakyat pergi

Ketika penguasa pidato

Kita harus hati-hati

Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat bersembunyi

Dan berbisik-bisik

Ketika membicarakan masalahnya sendiri

Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat berani mengeluh

Itu artinya sudah gasat

Dan bila omongan penguasa

Tidak boleh dibantah

Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang

Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

Dituduh subversif dan mengganggu keamanan

Maka hanya ada satu kata: lawan!


          Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu


Apa guna punya ilmu

Kalau hanya untuk mengibuli

Apa gunanya banyak baca buku

Kalau mulut kau bungkam melulu

Di mana-mana moncong senjata

Berdiri gagah

Kongkalikong

Dengan kaum cukong

Di desa-desa

Rakyat dipaksa

Menjual tanah

Tapi, tapi, tapi, tapi

Dengan harga murah

Apa guna banyak baca buku

Kalau mulut kau bungkam melulu


Kritik dan Esai Puisi

Puisi "Peringatan" karya Wiji Thukul menggambarkan keadaan atau situasi yang terjadi negeri pada saat ini. Pengarang menggambarkan ketidakpedulian rakyat kepada pemerintah. Rakyat merasa kecewa dengan kebijakan pemerintah dan janji-janji pemerintah kepada rakyatnya. Hal ini juga dikarenakan mungkin banyak terjadi ketidakadilan yang dialami oleh rakyat sehingga ketika pemerintah menyampaikan sesuatu rakyat enggan mendengarkannya. Ini menggambarkan bahwa ketika penguasa memberikan pandangan rakyat sudah tidak lagi mendengarkannya. Selanjutnya pengarang memberikan peringatan Pengarang mencoba mengingatkan bahwa akan ada perlawanan dari rakyat kepada penguasa. Hal ini dikarenakan rakyat sudah putus asa dan bosan dengan kebijakan pemerintah.

Dalam puisi "Peringatan" pengarang juga mencoba menggambarkan bahwa kegelisahan rakyat rakyat itu tidak bisa diungkapkan secara terbuka, karena dianggap menentang pemerintah. Pengarang juga memberikan peringatan kepada pemerintah untuk berhati–hati membuat kebijakan. Pengarang menyampaikan peringatan kepada pemerintah untuk peka terhadap kondisi rakyat saat itu. Mendengar pendapat rakyat sehingga pemerintah tahu apa yang diinginkan rakyat.

Pada puisi "Peringatan" pengarang menggambarkan bahwa rakyat bayak yang berani mengeluarkan pendapat. Hal ini mungkin dikarenakan rakyat sudah bosan dan mulai berani berkeluh kesah secara terbuka. Perlawanan rakyat melalui pendapat dan kritikan akan dianggap pemerintah sebagai bentuk untuk menjatuhkan kekuasaan, sehingga segala usul pendapat dan kritikan dari rakyat serta apapun yang dianggap mengancam penguasa, akan dilawan oleh penguasa.

Puisi “Peringatan“ karya Wiji Thukul menggunakan makna dan bahasa yang tegas dan lebih menekankan kritik yang pedas dan mengecam pemerintahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketika rakyat harus tunduk pada penguasa dan dilarang mengkritik apa- apa tentang pemerintahan sebab bila rakyat menyampaikan suaranya yang berupa kritikan maka akan dianggap melawan pemerintah. Untuk memperbaiki negeri ini, bukan saling tuduh ataupun saling mengkhianati satu sama lain, yang dibutuhkan adalah adanya keselarasan antara pemerintah dengan rakyatnya


Puisi “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu” pengarang mencoba menyampaikan puisi yang menyindir para penguasa dan pemerintahan. Dalam puisi tersebut memiliki makna bahwa sejatinya seseorang yang berilmu namun tidak mengamalkan ilmunya dalam kebaikan itu tidak ada gunanya sama sekali dan orang yang selalu membaca buku namun selalu bungkam dan tidak bisa menegakkan kebenaran itu juga hanyalah sebuah kesia-siaan.

Dalam puisi tersebut seperti disampaikan sebuah sindiran kepada sebagian penguasa pemerintahan yang masih suka berkomplot dengan orang-orang licik dengan tujuan yang tidak baik atau hanya menguntungkan dirinya sendiri. Sedangkan akibatnya adalah rakyat-rakyat yang tertindas dan tidak mendapat keadilan. Pengarang beharap bahwa para pejabat serta seseorang yang memiliki banyak uang dapat berlaku bijaksana terhadap setiap orang maupun masyarakat. Pengarang menyampaikan pesan kepada rakyat bahwa sebaiknya rakyat bisa memanfaatkan ilmu yang telah ia terima dengan sebaik mungkin.

Puisi ini memiliki makna yang sangat mendalam sesuai dengan kenyataan yang sedang kita alami saat ini. Pengarang menyampaikan pesan agar kita selalu memanfaatkan ilmu yang kita dapat pada hal-hal yang baik dan tidak merugikan orang lain. Kita harus menjadi orang yang bijak dalam memanfaatkan ilmu yang kita dapat.






Minggu, 16 Mei 2021

Kritik Dan Esai Puisi "Idul Fitri" Karya Sutardji Calzoum Bachri

Kritik Dan Esai Puisi "Idul Fitri" Karya Sutardji Calzoum Bachri


IDUL FITRI 

Karya Sutardji Calzoum Bachri


Lihat 

Pedang taubat ini menebas-nebas hati 

Dari masa lampau yang lalai dan sia-sia 

Telah kulaksanakan puasa Ramadhanku 

Telah kutegakkan shalat malam 

Telah kuuntai wirid tiap malam dan siang 

Telah kuhamparkan sajadahku 

Yang tak hanya nuju ka’bah

Tapi ikhlas mencapai hati dan darah 

Dan di malam Qadar aku pun menunggu 

Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya 


Maka aku girang-girangkan hatiku 

Aku bilang: 

Tardji, rindu yang kau wudhukkan setiap malam

Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang 

Namun si bandel Tardji ini sekali merindu 

Takkan pernah melupa 

Takkan kulupa janjiNya 

Bagi yang merindu insya –Allah ka nada mustajab cinta 


Maka walau tak jumpa denganNya 

Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini 

Semakin mendekatkan aku padaNya 

Dan semakin dekat 

Semakin terasa kesiasiaan pada usia lama yang lalai berlupa 


O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini 

Ngebut Di jalan lurus 

Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir 

Tempat usai lalaiku menenggak arak di warung dunia 

Kini biarkan aku menenggak arak cahayaMu 

Di ujung sisa usia 


O usia lalai yang berkepanjangan 

Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus 

Tuhan jangan Kau depakkan lagi aku di trotoir 

Tempat dulu aku menenggak arak di warung dunia 


Maka pagi ini 

Kukenakan zirah la ilaha illallah 

Aku pakai sepatu siratul mustaqiem 

Akupun lurus menuju lapangan tempat shalat ied

Aku bawa masjid dalam diriku 

Kuhamparkan di lapangan Kutegakkan shalat 

Dan kurayakan kelahiran kembali 

Di sana 

1987 


Kritik dan Esai

Puisi "Idul Fitri" menggambarkan bagaimana manusia berperoses mendekatkan diri dengan Tuhan. Pengarang mencoba mengungkapkan perjalanan spritual yang terjadi dalam kehidupan manusia. Hal ini dilakukan untuk membuka hati manusia dalam mendapatkan kebaikan Tuhan.

Puisi "Idul Fitri" menggambarkan tentang kehidupan manusia yang menerima hidup dengan apa yang diberikan oleh Tuhan dan bersyukur dengan semua yang terjadi dalam kehidupan ini. Manusia menjalani hidup dengan ikhlas dan mengharapkan kebaikan dariTuhan. Hal ini terdapat dalam bait pertama dalam puisi "Idul Fitri" berikut ini.


Lihat 

Pedang taubat ini menebas-nebas hati 

Dari masa lampau yang lalai dan sia-sia 

Telah kulaksanakan puasa Ramadhanku 

Telah kutegakkan shalat malam 

Telah kuuntai wirid tiap malam dan siang 

Telah kuhamparkan sajadahku 

Yang tak hanya nuju ka’bah 

Tapi ikhlas mencapai hati dan darah 

Dan di malam Qadar aku pun menunggu 

Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya 


Dalam bait pertama puisi "Idul Fitri menggambarkan bahwa manusia membersihkan dirinya dari dosa yang menjadi penyebab manusia jauh dari Tuhan. Manusia memohon ampun dari Tuhan dan suci dalam niat, jauh dari kemegahan, lurus hati dalam bertindak. Dalam hal ini manusia ikhlas dalam setiap pemberian Tuhan, karena dengan ikhlas kebaikan manusia menjadi pokok utama dan paling penting dalam berperilaku yang baik dihadapan Tuhan. Dengan melakukan kebaikan dalam hidup bisa membuat kita lebih meningkatkan keimanan kita kepada Tuhan, karena bahwasannya kita hidup di dunia hanya sementara, kenikmatan dan kebahagian di dunia itu sebenarnya datang dari Tuhan.

Puisi "Idul Fitri" menggambarkan tentang bagaimana manusia merindukan kehadiran Tuhan. Dalam kehidupan ini, manusia pasti selalu dihadapakan dengan berbagai persoalan hidup, saat itulah kita membutuhkan bantuan Tuhan. Dalam mencintai Tuhan kita tidak boleh membutuhkan Tuhan hanya disaat kita susah, akan tetapi kita harus mencintai Tuhan setiap saat. Penggambaran tantang manusia merindukan kehadiran Tuhan terdapat dalam bait puisi "Idul Fitri" sebagai berikut.


Maka aku girang-girangkan hatiku 

Aku bilang: 

Tardji, rindu yang kau wudhukan setiap malam

Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang 

Namun si bandel Tardji ini sekali merindu 

Takkan kulupa janjiNya 

Bagi yang merindu insya-Allah kan ada mustajab cinta 


Dalam bait puisi tersebut mengandung makna bahwa manusia merindukan kehadiran Tuhan. Ketika cinta kepada Tuhan sudah tumbuh dalam hati manusia, maka dengan sendirinya ia akan berusaha keras untuk mengambil kesempatan yang ia miliki untuk mencintai dan berusaha menyatukan hatinya kepada Tuhan. Dengan demikian, kerinduan kepada Tuhan merupakan buah dari bagaimana cinta dalam hati seorang manusia. Tuhan begitu dekat dengan kita, dalam samar kerinduan manusia Tuhan pasti hadir ketika kita menyebut nama Tuhan dalam setiap kegiatan kita. 

Puisi "Idul Fitri" menggambarkan tentang bagaimana manusia melakukan pemeriksaan diri atau tobat. Dalam kehidupan manusia kita pasti tidak luput dari dosa, oleh karena itu kita perlu melakukan tobat. Dengan tobat kita akan mendapatkan ampunan dari Tuhan. Hal ini terdapat dalam bait puisi "Idul Fitri" sebagai berikut.


Maka walau tak jumpa denganNya 

Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini 

Semakin mendekatkan aku padaNya 

Dan semakin dekat 

Semakin terasa kesiasiaan pada usia lama yang lalai berlupa 


Dalam bait puisi tersebut mengandung makna bahwa untuk mendekatkan diri kepada Tuhan kita perlu melakukan pemeriksaan diri atau tobat. Dengan begitu banyaknya dosa yang kita lakukan dalam hidup ini, maka kita harus taat beribadah. Ketaatan kita kepada Tuhan tidak hanya sebatas beribadah, karena untuk menghapus setiap kesalahan yang kita buat dibutuhkan kemulian hati yang bersih. Oleh karena itu,sekecil apa pun kesalahan yang kita buat segeralah bertobat, dengan cara membersihkan hati dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.

Puisi "Idul Fitri" menggambarkan tentang kebaikan akan datang bagi orang yang telah bertobat. Hal ini digambarkan dalam bait puisi "Idul Fitri" berikut.


O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini 

Ngebut Di jalan lurus 

Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir 

Tempat usai lalaiku menenggak arak di warung dunia 

Kini biarkan aku menenggak arak cahayaMu 

Di ujung sisa usia 


Dari bait tersebut mengandung makna bahawa dengan melaksanakan tobat yang sungguh-sunguh dan mengutamakan cinta kepada Tuhan, akan datang kebaikan dari Tuhan. Melalui pertobatan kita diajak menyadari keadaan diri kita agar bisa membangun relasi yang baik dengan diri sendiri, dengan sesama dan terutama dengan Tuhan. Betapa besarnya kebaikan-kebaikan Tuhan yang diberikan kepada kita, oleh karena itu kita harus membagi kebaikan kepada orang lain sebagai bentuk cinta kita kepada Tuhan. 

Dalam puisi “Idul Fitri” manusia diajak untuk meningkatkan keimanan atau ketuhanan. Namun, dalam puisi tersebut digambarkan juga bahwa ketuhanan seseorang dipertanyakan eksistensinya, sebagaimana terlukis dalam bait kelima berikut ini. 


O usia lalai yang berkepanjangan 

Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus 

Tuhan jangan Kau depakkan alagi aku di trotoir 

Tempat dulu aku menenggak arak di warung dunia 


Dalam bait puisi tersebut mengandung makna bahwa setiap tindakan kita akan diperhitungkan nilai baik buruknya. Bila kita lebih banyak melakukan kebaikan, kita bersyukur dan berusaha meningkatkannya lagi, atau paling tidak mempertahankannya. Pemeriksaan diri berkaitan dengan upaya dalam menjaga kalbu, lidah, mata, dan segenap anggota badan agar terhindar dari perbuatan jelek sehingga akan terhindar dari api neraka. Langkah selanjutnya adalah mengevaluasi semua hal yang terlintas agar selalu berpikir positif. Setiap tindakan dan pikiran kita didasarkan pada dorongan ilahi dan bukan dorongan setan. 

Dalam puisi "Idul Fitri" digambarkan tentang ajaran ketuhanan, yaitu bagaimana manusia berproses menyempurnakan diri kepada Tuhan sebagai bentuk kesadaran akan cinta Tuhan. Hal ini digambarkan dalam bait puisi berikut.


Maka pagi ini 

Kukenakan zirah la ilaha illallah 

Aku pakai sepatu siratul mustaqiem 

Akupun lurus menuju lapangan tempat shalat ied

Aku bawa masjid dalam diriku 

Kuhamparkan di lapangan Kutegakkan shalat 

Dan kurayakan kelahiran kembali 

Di sana 

1987 


Dari bait tersebut mengandung makna bahwa manusia menyadari dan memiliki dorangan kuat untuk mencari Tuhan. Dalam hal, kita sepenuhnya percaya bahwa dengan menyerahkan diri kepada Tuhan, maka kita akan mendapat cinta Tuhan yang sesungguhnya.


Puisi "Idul Fitri" karya Sutardji Calzoum Bachri menggambarkan tentang ketuhanan. Dalam puisi tersebut kita disadarkan bahwa memeriksa diri ata tobat sangatlah penting dalam proses penyatuan diri kepada Tuhan. Puisi "Idul Fitri" karya Sutardji Calzoum Bachri sangat relevan dengan kehidupan manusia saat ini. Hal ini digambarkan dalam puisi tentang bagaimana manusia merindukan kehadiran Tuhan dalam hidupnya.

Kritik dan Esai Lima Cerita Pendek

Judul cerita pendek yang akan dibahas yaitu; "Sorot Mata Syaila", "Sepatu Jinjit Aryanti", "Bambi dan Perempuan Ber...