Puisi merupakan salah satu karya sastra yang menggambarkan kehidupan dengan mengangkat masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Taufiq Ismail menuliskan perasaannya dalam puisi yang berjudul “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia”. Sebagai penyair Taufiq Ismail menggambarkan keadaan kelas sosial dari kalangan kelas bawah, menengah dan atas dengan tepat sesuai proses terjadinya. Taufiq Ismail mempunyai kekhasan tersendiri yang menjadi ciri puisi tersebut yaitu menuliskan kejadian demi kejadian secara jelas, serta mengungkapkan segala duka laranya dalam puisi dengan bahasa sederhana dan mudah untuk dipahami oleh khalayak umum dan mengungkapkan sindirannya secara sopan santun. Berikut adalah puisinya.
Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
I
Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia
Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitefish Bay kampung asalnya
Kagum dia pada revolusi Indonesia
Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya
Dadaku busung jadi anak Indonesia
Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat Ph.D. dari Rice University
Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa sering benar aku merunduk kini
II
Langit langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.
III
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor
satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang
curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek secara
hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat besar, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum dipotong birokrasi lebih separuh masuk
kantung jas safari,
Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri, jenderal, sekjen, dan dirjen sejati, agar
orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum sangat-
sangat-sangat-sangat-sangat jelas penipuan besar-
besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara yang opininya bersilang tak habis dan tak
putus dilarang-larang,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusat
belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
ciumlah harum aroma mereka punya jenazah, sekarang
saja sementara mereka kalah, kelak perencana dan
pembunuh itu di dasar neraka oleh satpam akhirat akan
diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia dan tidak
rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli, kabarnya
dengan sepotong SK suatu hari akan masuk Bursa Efek
Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, lima
belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat jadi pertunjukan teror
penonton antarkota cuma karena sebagian sangat kecil
bangsa kita tak pernah bersedia menerima skor
pertandingan yang disetujui bersama,
Di negeriku rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat Piala
Dunia demi keamanan antarbangsa, lagi pula Piala
Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil karena Cina,
India, Rusia dan kita tak turut serta, sehingga cukuplah
Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,
Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat
terang-terangan di Aceh, Tanjung Priuk, Lampung, Haur
Koneng, Nipah, Santa Cruz, Irian dan Banyuwangi, ada pula
pembantahan terang-terangan yang merupakan dusta
terang-terangan di bawah cahaya surya terang-terangan,
dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai
saksi terang-terangan,
Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam
kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam di
tumpukan jerami selepas menuai padi.
IV
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.
1998
Dalam puisi " Malu (Aku Jadi Orang Indonesia" penyair menggambarkan berbagai persoalan yang terjadi di Indonesia diberbagai aspek kehidupan. Mulai dari persoalan birokrasi hingga ke persoalan budi pekerti. Hal ini digambarkan dalam kutipan puisi berikut.
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor
satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang
curang susah dicari tandingan,
Di Indonesia masih banyak budaya menguasai bukan melayani publik dalam birokrasi yang diakibatkan proses pengisian jabatan-jabatan dalam birokrasi berdasarkan kedekatan dengan penguasa. Masih banyak pengangkatan jabatan berdasarkan hubungan keluarga, kerabat, dan saudara. Selain itu kerusakan moral dalam birokrasi yang selalu berpikir mendapatkan uang dengan melakukan tindakan korupsi.
Dalam puisi "Malu (Aku Jadi Orang Indonesia" penyair menggambarkan tentang masalah budi pekerti yang terjadi di Indonesia. Hal ini digambarkan dalam bait puisi berikut ini.
Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam
kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam di
tumpukan jerami selepas menuai padi.
Dari bait tersebut penyair menunjukkan bahwa budi pekerti menjadi masalah serius yang terjadi di Indonesia. Hal ini terjadi dapat dilihat dari peran orang tua, sekolah, masyarakat, dan pemerintah masih sangat kurang untuk turut menanggulangi kemerosotan moral dan budi pekerti anak, terutama dalam bentuk kontrol. Hal ini diakibatkan oleh kondisi atau ekonomi negara saat ini dan dipengaruhi oleh era globalisasi dengan ciri teknologi yang terus berkembang pesat turut memberi andil terjadinya kemerosotan moral dan budi pekerti anak.
Melalui puisi "Malu (Aku Jadi Orang Indonesia" penyair menyampaikan pesan kepada kita bahwa kita harus bertanggung jawab dengan kondisi Indonesia saat ini. Melalui puisi tersebut penyair menunjukkan kecintaannya terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena itu, setiap individu harus berjuang untuk membela dan melindungi tanah airnya, rela berkorban demi kepentingan bangsa, mencintai adat, budaya, ekonomi, sosial, politik ,serta lingkungan.