Jumat, 26 Maret 2021

KRITIK DAN ESAI PUISI "ULAMA ABIYASA TAK PERNAH MINTA JATAH" KARYA M. SHOIM ANWAR

Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah” 

Karya M. Shoim Anwar



Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia

panutan para kawula dari awal kisah

ia adalah cagak yang tegak

tak pernah silau oleh gebyar dunia

tak pernah ngiler oleh umpan penguasa

tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah

tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak

tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja


Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah

marwah digenggam hingga ke dada

tuturnya indah menyemaikan aroma bunga

senyumnya merasuk hingga ke sukma

langkahnya menjadi panutan bijaksana

kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata


Ulama Abiyasa bertitah

para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya

tak ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa

menjadikannya sebagai pengumpul suara

atau didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa

diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah

agar tampak sebagai barisan ulama


Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua

datanglah jika ingin menghaturkan sembah

semua diterima dengan senyum mempesona

jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena

sebab ia lurus apa adanya

mintalah arah dan jalan sebagai amanah

bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata

tapi dilaksanakan sepenuh langkah


Penghujung Desember 2020


Kritik dan Esai Puisi “Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah”


Puisi di atas merupakan salah satu karya dari M. Shoim Anwar, seorang sastrawan sekaligus dosen. M. Shoim Anwar lahir di Desa Sambong Dukuh, Jombang, Jawa Timur. M. Shoim Anwar telah banyak menulis cerpen, novel, esei, dan puisi di berbagai media, salah satunya adalah puisi Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah.


Puisi di atas dengan judul “Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah”, pengarang menggunakan nama salah satu tokoh dalam pewayangan Jawa yaitu Begawan Abyasa. Begawan Abyasa merupakan kakek dari Pandawa dan Kurawa. Sebenarnya Begawan Abyasa merupakan seorang pertapa. Begawan Abyasa datang ke istana Hastinapura karena ia dipanggil oleh permaisuri Durgandini yang tidak lain adalah ibunya untuk menikahi janda dari Citrawirya yang telah meninggal sekaligus menggantikan Citrawirya dalam bertahta. Akhirnya istri dari Abyasa melahirkan masing-masing putra yaitu Drestarastra ayah dari para Kurawa dan Pandu ayah dari para Pandawa. Setelah tiba saatnya nanti Begawan Abyasa turun tahta ia akan kembali menjadi seorang pertapa.


Bait pertama puisi di atas sebagai berikut.


Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia

panutan para kawula dari awal kisah

ia adalah cagak yang tegak

tak pernah silau oleh gebyar dunia

tak pernah ngiler oleh umpan penguasa

tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah

tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak

tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja


Dalam bait tersebut menggambarkan bahwa Abiyasa adalah tokoh yang bijaksana dan mulia. Ia tidak tergoda dengan kebutuhan duniawi yang mencoba menggodanya. Hal tersebut sering terjadi dalam kehidupan manusia saat ini. Dari bait puisi tersebut kita harus belajar bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dari godaan, begitu banyak pengaruh dari luar  yang mengantarkan kita pada kebutuhan duniawi. Oleh karena itu, kita harus mampu memilih untuk tidak melakukan hal-hal yang mengubah jalan hidup kita ke hal-hal yang tidak baik.


Bait kedua puisi di atas sebagai berikut.


Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah

marwah digenggam hingga ke dada

tuturnya indah menyemaikan aroma bunga

senyumnya merasuk hingga ke sukma

langkahnya menjadi panutan bijaksana

kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata


Pada bait tersebut memiliki makna bahwa Abiyasa adalah seseorang yang memegang teguh harga diri serta kehormatan. Ia juga memiliki perasaan yang ramah dan lemah lembut sehingga orang sangat menghormatinya. Penggambaran tokoh Abiyasa tersebut mengikat kita untuk mengikuti atau menjadikannya sebagai teladan hidup. Ketika kita menyampaikan sesuatu dengan baik maka kita akan didengar oleh orang lain. Bahkan setiap perbuatan kita akan dijadikan contoh oleh orang apabila kita melakukan sesuatu dengan hati yang bijaksana dan penuh kebaikan. 


Bait ketiga puisi di atas sebagai berikut.


Ulama Abiyasa bertitah

para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya

tak ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa

menjadikannya sebagai pengumpul suara

atau didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa

diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah

agar tampak sebagai barisan ulama


Pada bait tersebut menggambarkan kesederhanaan,  bahwa  seseorang yang berpenampilan sederhana sangat cocok menjadi pemimpin. Kesederhanaan memang selalu menjadi pilihan bagi sebagian orang. Hidup sederhana membuat kita disukai banyak orang. Hal ini menunjukkan bahwa banyak yang menginginkan seorang pemimpin yang sederhana.



Bait keempat puisi di atas sebagai berikut.


Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua

datanglah jika ingin menghaturkan sembah

semua diterima dengan senyum mempesona

jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena

sebab ia lurus apa adanya

mintalah arah dan jalan sebagai amanah

bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata

tapi dilaksanakan sepenuh langkah

         

Bait tersebut menggambarkan tokoh Abiyasa yang bijaksana. Ia melakukan sesuatu dengan sepenuh hati dan apa adanya. Dalam kehidupan manusia saat ini banyak orang yang melakukan sesuatu dengan sepenuh hati, akan tetapi masih banyak juga yang tidak. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia sering dihadapkan dengan pilihan, antara bebuat baik atau tidak sama sekali. Dari bait puisi tersebut kita harus belajar bahwa melakukan sesuatu itu harus dengan tulus dan sepenuh hati. 


Dari puisi tersebut kita belajar bahwa menjadi pemimpin itu harus bijaksana dan tulus. Pemimpin dalam hal bisa dalam bentuk apapun, baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam masyarakat. Dengan begitu kita akan dihormati dan dijadikan contoh bagi semua orang.

Kelemahan puisi tersebut adalah penggunaan diksinya menghasilkan bunyi dan nada yang serupa. Kelebihan dalam puisi tersebut adalah mudah dipahami.



Senin, 22 Maret 2021

Meraih Prestasi Bersama Shorinji Kempo Manggarai Barat


Hari ini cuaca terik sekali, kami datang lebih awal ke dojo tempat latihan beladiri Shorinji Kempo karena sat bulan lagi kami dan atlet lainnya akan mewakili Manggarai Barat, Labuan Bajo untuk mengikuti Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) tingkat provisi Nusa Tenggara Timur (Kupang). Ini merupakan kali pertama kami mengikuti kejuaraan beladiri antar pelajar, jadi kami tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. 

kami mulai melakukan pemanasan yang dipimpin oleh senpai senior. Seperti biasanya kami membutuhkan tiga puluh menit untuk melakukan pemanasan. Setiap orang serius melakukan pemanasan karena kalau tidak akan dimarahi oleh senpai, apalagi kami sudah diseleksi untuk mengikuti kejuaraan. Setelah melewati tiga puluh menit melakukan pemanasan kami diizinkan untuk istirahat. 

kami bangkit dari istirahat untuk segera mulai latihan dasar. Setelah itu latihan kami mulai meningkat, setiap orang melakukan tendangan selama dua menit tanpa henti. Kecepatan kaki sangat menentukan kekuatan tendangan. Oleh karena itu, selama melakukan tendangan kami harus fokus dan mengatur nafas agar tidak mudah lelah. Selesai melakukan tendangan, selanjutnya kami memadukan gerakan menukul dan menendang, sama seperti yang pertama dilakukan selama dua menit tanpa henti. Sungguh latihan ini cukup menguras tenaga, tapi latihan masih belum apa-apa masih banyak gerakan yang akan dilatih oleh senpai. Setelah selesai gerakan memukul dan menendang kami kembali diizinkan untuk istirahat.

Senpai meminta kami mengenakan perlengkapan pertandingan, latihan selanjutnya memeragakan gerakan menyerang dan menghindar yang dilakukan berhadap-hadapan dengan pasangan. Kami pun dengan segera mengenakan perlengkapan pertandingan dan mulai meragakan gerakan menyerang dan menghindar. Latihan ini cukup menguras tenaga, karena kami belum terbiasa mengenakan perlengkapan pertandingan membuat kami kesulitan menendang laman main. 

Senpai yang melatih kami dikenal sebagai senpai yang galak, apabila kami tidak serius mengikuti latihan maka akan dikenakan sanksi, bahkan diancam keluar dari seleksi. Oleh karena itu kami selalu serius dan semangat mengikuti latihan, apalagi kami akan mengikuti kejuaran tingkat provinsi. Senpai selalu memberi motivasi bagi kami, ia menginginkan kami mejadi atlet Shorinji Kempo yang berkualitas dan bisa membawa nama baik daerah ketika mengikuti kejuaraan. 

Setelah lama memeragakan cara menyerang dan menghindar kami diminta untuk melakukan sparing agar terbiasa ketika berhadapan dengan lawan saat mengikuti kejuaraan. Dalam hal ini kami tidak melihat sesama atlet sebagai teman, akan tetapi kami harus melakukan seperti saat pertandingan yang sesungguhnya. Secara bergantian kami melawan sesama teman. 

Tidak terasa hari sudah mulai gelap, kami segera mengakhiri latihan dan melepaskan peralatan pertandingan untuk simpan digudang olahraga. Seperti biasa selesai latihan kami berkumpul untuk makan bubur kacang hijau bersama. Hal ini dilakukan untuk menambah engergi dan menjaga keshatan fisik kami. 

Dua minggu telah berlalu, Pekan Olaharaga Pelajar Daerah (POPDA) teah tiba. Kami sudah berlatih setiah hari selama dua minggu, kami yakin fisik kami sudah kuat dan menguasai gerakan menyerang dan mengindar untuk mengikuti kejuaraan. 

Kegiatan ini diadakan di gedung olahraga provinsi yang bertempat di Kota Kupang. Kami berjumlah 13 orang yang mewakili Manggarai Barat, yaitu 7 atlet SMA, 5 atlet SMP, dan 1 atlet SD. Kami berangkat ke Kupang naik pesawat. Sebagain besar dari kami belum pernah naik pesawat, ini juga menjadi pengalam menarik bagi kami. Setibanya di Kupang, kami langsung menuju hotel untuk istirahat. Selanjutnya kami menuju tempat perlombaan untuk mengecek berat badan yang akan menentukan kelas main. Setelah selesai kami langsung kembali ke hotel untuk istirahat karena besoknya kami akan memulai pertandingan.

Tepat hari itu adalah hari Senin, hari pertama mulai perlomban. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh gubernur Nusa Tenggara Timur dan dibuka dengan gerakan Shorinji Kempo oleh atlet kota Kupang. Kegiatan ini diikuti oleh 8  kabupaten. Selanjutnya pertandingan dimulai, yang dibagi menjadi tiga arena. Arena satu untuk atlet wanita, arena dua untuk atlet putra SD dan SMP, dan arena tiga untuk atlet putra SMA. 

Hari pertama kami sudah memenangkan 2 emas dan 3 perunggu. Peraih mendali emas masing-masing diperoleh oleh atlet SMA kelas 50-55 dan 55-60. Sedangkan perunggu dipeoleh atlet Putri SMP kelas 40-45 dan Putra SMA kelas 60-65. Perasaan kami sanggat bangga untuk hari pertama, semua atlet yang sudah bertanding mendapatkan mendali. Selesai kegiatan hari pertama kami kembali ke hotel untuk istirahat dan atlet yang belum bertanding melakukan latihan selama satu jam untuk persiapan pertandingan besoknya.

Hari kedua pertandingan mulai, kami mendapatkan 2 mendali emas, 3 perak, dan 1 perunggu. Pertandingan hari kedua ini dilanjukan dengan gerangan beregu yang terdiri 4 orang satu regu untuk memerangakan gerakan seni beladiri Shorinji Kempo. Dari hasil gerangan beregu kami mendapatkan mendali 2 perunggu, masing-masing dipeoleh regu putra dan regu campuran. 

Setelah selesai pertandingan semua atlet berkumpul untuk menerima penghargaan. Secara bergantian dibacakan yang mendapat mendali emas hingga perunggu. Dari keseluruhan atlet Shorinji Kempo Manggarai Barat yang dibawa, kami semua mendapatkan mendali, yaitu 4 mendali emas, 3 mendali perak, dan 4mendali perunggu. Mendali emas dan perak diraih secara individu, sedangkan perunggu diraih secara individu dan regu. Hal membuat kami sangat bangga dan terharu, latihan dan kerja keras kami membuahkan hasil yang memuaskan. Senpai sangat bangga pada kami dan mengucapkan selamat atas raihan mendali kami. Setelah selesai semua kegiatan hari kedua kami kembali ke hotel untuk istirahat, karena besoknya kami segera kembali ke Manggarai Barat, Labuan Bajo. 

Saatnya tiba, waktunya kami kembali ke Labuan Bajo. Kami menju bandara untuk segera berangkat ke Laabuan Bajo. Setelah sampai di bandara kami melakukan cek-in dan tidak lama menunggu kami langsung berangkat. Setibanya di Labuan Bajo kami berkumpul untuk makan bersama dan setelah selesai kami kembali ke tempat tingggal masing-masing.


Jumat, 19 Maret 2021

KRITIK DAN ESAI PUISI

Ulama Durna Ngesot ke Istana

Puisi: M. Shoim Anwar


Lihatlah

sebuah panggung di negeri sandiwara

ketika ada Ulama Durna ngesot ke istana

menjilat pantat raja agar diberi jatah remah-remah

maka kekuasaan menjadi sangat pongah

memesan potongan-potongan ayat untuk diplintir sekenanya

agar segala tingkah polah dianggap absah


Lihatlah

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

menyerahkan marwah yang dulu diembannya

Sengkuni dan para pengikutnya di luar sana

bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa

menunggang banteng bermata merah

mengacungkan arit sebagai senjata

memukulkan palu memvonis orang-orang ke penjara


Lihatlah

ketika Ulama Durna berdagang mantra berbusa-busa

adakah ia hendak menyulut api baratayuda

para pengikutnya mabuk ke lembah-lembah

tatanan yang dulu dicipta oleh para pemula

porak poranda dijajah tipu daya

oh tahta dunia yang fana

para begundal mengaku dewa-dewa

sambil menuding ke arah kawula

seakan isi dunia hendak diuntal mentah-mentah


Lihatlah

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

pada akhir perebutan tahta di padang kurusetra

ia diumpankan raja ke medan laga

terhenyaklah saat terkabar berita

anak hasil perzinahannya dengan satwa

telah gugur mendahului di depan sana

Ulama Durna bagai kehilangan seluruh belulangnya

ia menunduk di atas tanah

riwayatnya pun berakhir sudah

kepalanya terpenggal karena terpedaya

menebus karmanya saat baratayuda


                                         Desember 2020 


Puisi dengan judul “Ulama Durna Ngesot ke Istana”, pengarang menggunakan nama salah satu tokoh dalam pewayanga Jawa yaitu Durna.

Berikut adalah cerita singkat tentang Tokoh Durna dalam Bharatayudha.

Di antara banyak karakter yang berperan dalam Bharatayudha ada satu tokoh yang mencauri perhatian yaitu Durna. Durna  adalah guru para Pandawa dan Kurawa. Durna adalah sang guru bangsa yang sakti mandraguna. Durna adalah putra resi yang sangat disegani, resi Baharatwadja. Durna juga murid dari begawan Parasurama, begawan hebat yang menjadi guru para sesepuh Hastinapura. Durna adalah teman seperguruan Drupada raja Pancala. Dalam penaklukan Pancala, Durna membantu Drupada dengan janji akan diberi separo dari kerajaannya. Namun setelah perang usai ternyata Drupada ingkar janji. Ketika Durna datang ke Pancala dan meminta bagian kerajaannya raja Drupada pura-pura tidak mengenalinya dan bahkan mengusirnya. Durna merasa sakit hati atas penghinaan sahabat karibnya itu, janji adalah utang guman Durna. Karena dia masih menghormati persahabatannya, Durna tidak akan menyerang Drupada namun cukup mendidik seorang murid untuk membinasakan Drupada dan mengambil haknya.


Dari cerita singkat tentang tokoh Durna dalam puisi "Ulama Durna Ngesot ke Istana" penggambaran tokoh Durna yang terdapat pada puisi di atas adalah sebagai berikut.

Durna mendengar potensi yang dimiliki oleh para Pandawa, maka dia pun pergi ke Hastina untuk menawarkan diri menjadi guru Pandawa. Namun Bhisma, kakek Pandawa dan Kurawa menghendaki Durna menjadi guru Pandawa dan Kurawa. Berikut adalah penggalan puisinya :


Lihatlah

sebuah panggung di negeri sandiwara

ketika ada Ulama Durna ngesot ke istana

menjilat pantat raja agar diberi jatah remah-remah

maka kekuasaan menjadi sangat pongah

memesan potongan-potongan ayat untuk diplintir sekenanya

agar segala tingkah polah dianggap absah


Dari penggalan puisi di atas tokoh Durna adalah sosok guru bangsa yang tergadaikan oleh dunia, tidak memiliki pendirian dalam menjaga ilmunya. Dia mengajarkan ilmunya dengan tidak ikhlas, memiliki motif pribadi untuk memperoleh kerajaan dan membalas dendam.

Dalam kehidupan saat ini, puisi tersebut memiliki makna seseorang yang melakukan segala cara untuk mencapai keinginannya.  Puisi tersebut juga memiliki makna bahwa kekuasaan menjadi di atas segalanya bahkan seseorang melakukan segala hal termasuk merendahkan harga dirinya sendiri agar dekat dengan kekuasaan. 

Durna akan menyebutkan kompensasinya jika pendidikan telah usai, hal ini sempat ditentang Destarata sebagai raja Hastina. Namun Bhisma meyakinkan raja buta tersebut bahwa hanya Durna yang bisa mengajari Pandawa dan Kurawa. Namun dalam proses pembelajaran tampak Durna cenderung menyayangi Pandawa, hal yang membuat Kurawa semakin tidak suka pada Pandawa. Berikut adalah penggalan puisinya:

Lihatlah

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

menyerahkan marwah yang dulu diembannya

Sengkuni dan para pengikutnya di luar sana

bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa

menunggang banteng bermata merah

mengacungkan arit sebagai senjata

memukulkan palu memvonis orang-orang ke penjara

Dari penggalan puisi di atas rasa dendam dan kecewa membuatnya berlebihan dalam menyayangi putranya. Maka apapun yang diminta meskipun jelek tetap dijalankan. Kelak Aswatama yang telah kehilangan nalar sehatnya, membalaskan dendam Kurawa dengan membuhuh putra-putra Pandawa yang masih tidur terlelap.

Pada bait kedua, puisi tersebut memiliki makna bahwa seseorang yang ingin bertahan hidup rela menyerahkan harga dirinya atau kehormatannya kepada orang-orang yang memiliki kekuasaan.


Setelah pendidikan usai dan para Pandawa dan Kurawa sakti mandraguna, Durna menagih janji kompensasi akan ilmu yang telah diajarkan, yaitu menaklukkan Drupada raja Pancala. Pemenuhan kompensasi ini ternyata memunculkan kompetisi antara Pandawa dan Kurawa. Berikut adalah penggalan puisinya:


Lihatlah

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

menyerahkan marwah yang dulu diembannya

Sengkuni dan para pengikutnya di luar sana

bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa

menunggang banteng bermata merah

mengacungkan arit sebagai senjata

memukulkan palu memvonis orang-orang ke penjara


Penggalan puisi di atas menunjukkan bahwa meskipun putra seorang maha guru belum tentu tercerahkan karena pola asuh dan motif yang salah dan akhirnya menjadi korban obsesi orangtuanya. Seorang lmuwan mestinya tidak haus pada kekuasaan dengan janji setia yang akan menekuk akal sehatnya.

Pada bait ketiga, memiliki makna bahwa seseorang yang bekerja keras demi bertahan hidup dimanfaatkan oleh orang-orang yang saling berebut kekuasaan, tidak perduli kerusakan yang ditimbulkan serta korban.

Daripada takluk pada Pandawa dan dengan berat hati merelakan separo dari kerajaannya untuk putra Durna, si Aswatama, yang sejak kecil diberi dokrin dan harapan oleh menjadi seorang raja oleh ayahnya. Kelak Aswatama menjadi model pendidikan orangtua yang salah. Durna akhirnya menjadi Resi di Hastinapura bersama Bhisma. Ketika terjadi pelecehan atas Drupadi, istri para Pandawa, Durna hanya melihat dengan pedih dan tidak bisa berbuat banyak karena sumpah setianya pada sang raja buta atas desakan Aswatama. Pada saat perang  ia berpihak pada Kurawa dan gugur di tangan Tristajumna, adik Drupadi. Kepalanya putus terpenggal oleh pedang Tristajumna. Berikut adalah penggalan puisinya:

Lihatlah

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

pada akhir perebutan tahta di padang kurusetra

ia diumpankan raja ke medan laga

terhenyaklah saat terkabar berita

anak hasil perzinahannya dengan satwa

telah gugur mendahului di depan sana

Ulama Durna bagai kehilangan seluruh belulangnya

ia menunduk di atas tanah

riwayatnya pun berakhir sudah

kepalanya terpenggal karena terpedaya

menebus karmanya saat baratayuda


Dari penggalan puisi di atas hidupnya berakhir dengan sebuah siasat ketika disebar berita bohong bahwa Aswatama gugur di medan laga, semangat tempurnya memudar hingga ditebas oleh Tristajumna. Padahal yang mati adalah seekor gajah yang bernama Aswatama.

Pada bait keempat, memiliki makna bahwa setelah melakukan segala hal namun hasilnya justru tidak seperti yang diinginkan bahkan kerugian yangditerima.


Dalam kehidupan saat maka puisi tersebut menceritakan sifat manusia yang kehilangan rasa ikhlasnya karena memiliki motif pribadi. Maka hasilnya adalah manusia seperti yang kehilangan hati nurani. Dalam aktualisasinya penggambaran tokoh Durna yang terdapat pada puisi tersebut sudah banyak terjad, meskipun cerita dengan kehidupan nyata tidak semuanya terjadi, akan tetapi ada kemiripan dengan cerita tersebut.

Kelebihan puisi tersebut adalah menceritakan tokoh yang menarik perhatian pembaca untuk memahami lebih jauh isi dari puisi tersebut. Sedangkan kekurangan puisi tersebut adalah diksi yang digunakan sulit untuk dipahami sehingga harus membaca secara berulangkali agar dapat memahami makna dari puisi tersebut.


Jumat, 12 Maret 2021

MENGKRITISI PUISI DURSASANA PELIHARAAN ISTANA

DURSASANA PELIHARAAN ISTANA

Karya M. Shoim Anwar


Dursasana adalah durjana peliharaan istana

tingkahnya tak mengenal sendi-sendi susila

saat masalah menggelayuti tubuh negara

cara terhormat untuk mengurai tak ditemukan jua

suara para kawula melesat-lesat bak anak panah

suasana kelam bisa meruntuhkan penguasa

jalan pintas pun digelindingkan roda-roda gila

dursasana diselundupkan untuk memperkeruh suasana

kayak jaka tingkir menyulut kerbau agar menebar amarah

atau melempar sarang lebah agar penghuninya tak terima

lalu istana punya alasan menangkapi mereka

akal-akalan purba yang telanjang menggurita

saat panji-panji negara menjadi slogan semata

para ulama yang bersila di samping raja

menjadi penjilat pantat yang paling setia

sambil memamerkan para pengikut yang dicocok hidungnya

 

Lihatlah dursasana

di depan raja dan pejabat istana

lagak polahnya seperti paling gagah

seakan hulubalang paling digdaya

memamerkan segala kebengalannya

mulut lebar berbusa-busa

bau busuk berlompatan ke udara

tak bisa berdiri tenang atau bersila sahaja

seperti ada kalajengking mengeram di pantatnya

meracau mengumbar kata-kata

raja manggut-manggut melihat dursasana

teringat ulahnya saat menistakan wanita

pada perjudian mencurangi tahta

sambil berpikir memberi tugas selanjutnya

 

Apa gunanya raja dan pejabat istana

jika menggunakan jasa dursasana untuk menghina

merendahkan martabat para anutan kawula

menista agama dan keyakinan para jamaah

dursasana dibayar dari pajak kawula dan utang negara

akal sehat tersesat di selokan belantara

otaknya jadi sebatas di siku paha

digantikan syahwat kuasa menyala-nyala

melupa sumpah yang pernah diujarnya

para penjilat berpesta pora

menyesapi cucuran keringat para kawula

 

Apa gunanya raja dan pejabat istana

jika tak mampu menjaga citra negara

menyewa dursasana untuk menenggelamkan kawula

memotong lidah dan menyurukkan ke jeruji penjara

berlagak seperti tak tahu apa-apa

menyembunyikan tangan usai melempar bara

ketika angkara ditebar dursasana

dibiarkan jadi gerakan bawah tanah

tak tersentuh hukum karna berlindung di ketiak istana

 

Dursasana yang jumawa

di babak akhir baratayuda

masih juga hendak membunuh bayi tak berdosa

lalu pada wanita yang pernah dinista kehormatannya

ditelanjangi dari kain penutup tubuh terhormatnya

ingatlah, sang putra memendam luka membara

dia bersumpah akan memenggal leher dursasana hingga patah

mencucup darahnya hingga terhisap sempurna

lalu si ibu yang tlah dinista martabatnya

hari itu melunasi janjinya: keramas dengan darah dursasana

Surabaya, 2021



Mengkritisi Puisi Dursasana Peliharaan Istana
Karya : M. Shoim Anwar

Puisi tersebut merupakan gambaran tentang karakter tokoh yang dihubungkan dengan cerita Mahabharata. Tokoh Dursasana merupakan nama seorang tokoh antangonis dalam cerita Mahabharata. Ia adalah adik kedua dari Duryudana dengan Dewi Gnedari. Dursasana memiliki ciri fisik yang gagah, mulutnya lebar, dan memiliki sifat yang sombong, suka melakukan tindakan sewenang-wenang, dan senang mengina orang lain. Hal ini dapat ditunjukan pada baris yang berbunyi:


Dursasana adalah durjana peliharaan istana
tingkahnya tak mengenal sendi-sendi susila
saat masalah menggelayuti tubuh negara
cara terhormat untuk mengurai tak ditemukan jua


Pada larik tersebut menggambarkan sifat dan keperibadian manusia yang sombong, suka bertindak sewenang-wenang dan menghina orang lain. Sifat dan keperibadian tersebut sering terjadi dalam kehidupan manusia saat ini. Perilaku pelecehan dan kekerasan dalam berbagai bentuk merupakan wujud nyata tindakan sewenang-wenang dalam kehidupan, misalnya kekerasan fisik, kekerasan seksial, maupun pelecehan emosional. 

Sifat manusia yang sombong, dan suka bertindak sewenag-wenang juga sering dilakukan oleh para oknum kekuasaan. Penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertantangan dengan kepentingan bersama banyak terjadi saat ini. Banyak oknum tertentu yang melakukan tindakan korupsi untuk mencari keuntungan sendiri. Korupsi merupakan realitas perilaku manusia yang menyimpang, serta membahayakan masyarakat dan negara. Sehingga perilaku tersebut dicela oleh masyarakat karena tindak korupsi yang dilakukan oleh oknum kekuasaan tersebut tidak memerhatikan kepentingan umum. Namun para oknum yang melakukan korupsi tidak pernah berhenti untuk melakukan tindakan tersebut, justru semakin marak para oknum kekuasaan yang melakukan tindakan korupsi. Hal ini terdapat pada larik berikut.


apa gunanya raja dan pejabat negara
jika raja tak mampu menjaga citra negara
menyewa dursasana untuk menenggelamkan kawula
memotong lidah dan menyrukkan ke jeruji penjara


Sitem hukum di Indonesia untuk memberantas tindakan korupsi masih sangat lemah. Hukum tidak dijalankan sesuai peratuaran yang ada, mudah sekali untuk disogok sehingga tindakan korupsi sangat mudah untuk dilakukan. Korupsi yang masih sangat tinggi juga dikarenakan kuranya sistem kontrol yang baik menyebabkan tindakan korupsi dianggap suatu hak yang sudah biasa terjadi. Hal ini terdapat pada larik berikut.


ketika angkara ditebar dursasana 
dibiarakan jadi gerakan bawah tanah
tak tersentuh hukum karna berlindung di ketiak istana


Kekuatan kekuasaan merupakan sumber korupsi, karena tidak adanya hukum yang menghentikan tindakan tersebut. Tindakan sewenang-wenang di negeri ini akan terus terjadi selama tidak ada ketentukan hukum yang kuat.

Secara umum puisi tersebut menggambarkan tentang sifat dan keperibadian manusia yang sombong, suka bertindak sewenang-wenang dan menghina orang lain. Sifat dan keperibadian tersebut sering terjadi dalam kehidupan manusia saat ini. Perilaku pelecehan dan kekerasan dalam berbagai bentuk merupakan wujud nyata tindakan sewenang-wenang dalam kehidupan, misalnya kekerasan fisik, kekerasan seksial, maupun pelecehan emosional. Kekeuatan kekuasaan seringakali disalahgunakan oleh banyak pihak. Tindakan korupsi banyak dilakukan oleh oknum kekuasaan yang merugikan masayarakat dan negara. Hal ini terjadi karena tidak adanya ketentukan hukum yang kuat.

Sifat dan keperibadian manusia yang sombong dan suka bertindak sewenang-wenang hanya merugikan banyak pihak. Oleh karena itu, kita harus mengubah cara berpikir kita agar kehidupan manusia lebih baik lagi. 

Kelebihan puisi tersebut adalah menceritakan sifat dan kepribadian seseorang tokoh yang relevan dengan kehidupan saat ini.






Kamis, 11 Maret 2021

Perjuangan

Berjuang mencari jejak masa depan 

Mencari jalan untuk meraih kesuksesan

Meski pahit yang banyak dirasakan

Namun semua harus dijalani untuk mencapai impian


Terkadang air mata berurai membasahi

Begitu pahit hidup yang harus dilewati

Semangat membara untuk menggapai mimpi

Selalu bersinar dan tak pernah berhenti


Meski terkadang harus menahan lapar

Penderitaan pun tidak pernah berakhir

Semangat berjuang agar tetap tegar

Menerjang rintangan sampai titik akhir


Meski angin menggoda untuk berhenti

Panas udara mencekik sampai ke hati

Pertempuran ini harus dimenangkan

Berharap pulang membawa kesuksesan




Senyuman Astuti

Matahari bersinar lebih terik hari ini. Aktivitas masyarakat di pesisir Labuan Bajo pun tampak ramai. Bunyi kecipak ombak yang menampar karang-karang menenangkan hati yang sedang risau. Angin bertiup semakin kencang dan sedikit halus, menebarkan kesejukan yang menusuk sampai ke lubuk hati. Dari laut terdengar suara mesin kapal nelayan yang sangat keras. Sebagaian orang berjalan meninggalkan ruangan menikmati sepoi angin laut dan memandang percikan air dari pertempuran ombak dengan tebing karang yang memecahkan keheningan. 

Aku duduk di deretan kursi yang menghadap ke dermaga. Aku duduk sambil menikmati secangkir kopi untuk menghilangkan rasa ngantukku setelah berjam-jam menunggu sandarnya kapal tujuan Surabaya. Aku melihat Astuti menyeretkan Kopernya dan melintas di depanku. Rambutnya hitam mengilat, wajahnya putih bersih, bibirnya mengilat merah, keindahan mata coklatnya dengan lekukakan tubuhnya yang mengenakan kaos biru dibalut dengan jacket merah dan jeans biru seirama dengan kaos yang dikenakannya. Menarik kursi dan duduk disebelahku.

"Hai, sudah lama nunggunya?" tanya Astuti.

"Lumayan," jawabku.

Aku terdiam dan memandang senyuman manis Astuti yang mengalihkan pandangannya dari perahu-perahu nelayan ke arahku. Aku melihat pandangan matanya bersinar membuat jantungku berdetak kencang dan membuatku menatapnya hampir tak berkedip.

"Dengan siapa?" tanya Astuti.

"Sendiri," jawabku.

 Aku melihat dompet Astuti jatuh. Saat aku menyentuh dompetnya, tanpa sengaja tangan kami saling bersentuhan membuatku terkejut. Tanganku yang sedikit dingin kini terasa hangat dengan adanya genggaman tangan Astuti yang kurasa seperti belaian halus yang membuat jantungku berdetak semakin kencang dan wajahku merah sambil tersipu malu. Astuti tersenyum dan akupun tersenyum sambil tertawa kecil.

Setelah lama duduk dan bercerita, terdengar suara sirene kapal pertanda kapal segera sandar. Aku beranjak dari tempat dudukku mengambil tas kecilku berwarna hitam untuk segera menuju dermaga tempat kapal bersandar. Aku melihat Astuti meyeretkan kopernya dengan susah, mungkin isi kopenya banyak.

"Boleh saya bantu?" pintaku dan segera menyeretkan koper Astuti.

"Terima kasih, maaf merepotkan," sahut Astuti.

Suara- suara manusia bersautan di pintu masuk kapal. Beberapa ibu dan anak kecil berjalan memasuki pintu kapal. Aku segera naik ke dek kapal dan Astuti masih mengikutiku dari belakang. Keringat mengalir ke sebagaian tubuhku, setelah mengangkat koper milik Astuti. Deretan tempat istrahat sudah terisi penuh. Hanya tersisa sedikit tempat untukku. Aku harus membaginya dengan Astuti. Kusimpan koper dan tasku diatas tempat kami duduk. Terdengar suara seseorang menyebutkan "Tikar, tikar".

"Pak, tikarnya dua!" pintaku.

"Dua puluh ribu," jawab pedagang itu.

Tidak lama kami berada di dalam kapal, terdengar suara sirene pertanda kapal segera berlayar. Astuti memberiku sebotol air mineral dingin. Senyum pun kembali menghiasi wajahku. Kutatapi dengan dalam senyuman manis Astuti  yang menambah kecantikan wajahnya. Aku merasa bahagia bisa bersama dengan Astuti.

Astuti terus memandang jam. Dia menopang dagunya menatap setiap detik jarum jam yang berputar. Sepertinya dia mengingat waktu detik demi detik. Aku masih duduk manis menatap layar handponeku. Astuti beranjak dari tempat ia duduk. Tanpa sengaja ia mengijak tanganku.

"Aaaahhh," pekiku menjerit kesakitan.

"Kenapa?" tanya Astuti.

"Tangan saya," jawabku.

"Maaf saya tidak melihatnya," sahut Astuti.

Astuti meraih tanganku dan mengelusnya dengan lembut. Sesekali ditiupnya tanganku. Hembusan nafasnya begitu hangat. Tubuhku gemetar, denyut jantungku semakin kecang saat Astuti menghembuskan nafasnaya ke tanganku. Rasa sakit tanganku pun hilang sekejap, seperti angin yang singgah sebentar.

Waktu pun semakin berlalu. Aku mengajak Astuti pergi bagaian atas kapal. Matahari tak terasa berubah menjadi senja. Angin semakin kencang, lautan mulai keemasan. Waktupun terus berlalu, tanpa disadari senja itu hilang. Satu persatu tiang-tiang lampu di bagaian atas kapal perlahan-lahan memancarkan sinarnya dengan berbagai jenis warna. Aku memandang Astuti dengan penuh gembira. Dari raut wajahnya Astuti kelihatannya begitu bahagia menikmati pemandangan laut dikala senja.

"Ini sangat indah," pekik Astuti.

"Iya, saya sangat menikmatinya," sahutku.

Hari semakin gelap. Semua orang masuk dalam kapal, hanya aku dan Astuti yang masih berada di atas kapal. Angin semakin kencang. Hawa dingin pun menusuk tulang Astuti. Aku mengenakan jaketku pada Astuti.

 Aku duduk disebelah Astuti. Dia menatapku dengan tajam. Aku pun membalas tatapannya. Matanya menatapku dengan lekat. Membuatku tidak bisa berkutik oleh keindahan mata dan paras wajahnya yang sangat cantik. Beberapa menit Aku dan Astuti saling bertatapan. Aku meraih tangannya, dengan pelan. Hangat tangannya membuatku tak ingin melepaskan genggamanku. Astuti terus menatapku dengan begitu dalam. Semakin lama Aku mentapnya, tak terasa bibirku hampir bersentuhan dengan bibir Astuti. Aku sangat gugup, jantungku bedetak sangat cepat. Aku tidak bisa berkutik, hanya ada wajah cantik dan senyuman manis terlihat jelas di mataku. Bibirku bergemetar tak berdaya menahan gejolak, tiba-tiba handponeku berdering sangat keras. Aku menghentikan tatapanku dengan Astuti dan segera mengambil handpone dari saku celanaku. Ternyata dering itu tanda alarn yang lupa aku matikan.

Malam sangat gelap. Biru-biru laut tidak terlihat lagi, hanya suara pecahan ombak disamping dan belakang kapal yang aku dengar. Astuti menggigil kedinginan.

"Ayo kita turun!" pintaku.

"Iya, saya kedinginan," jawab astuti.

Sebagaian orang di dalam kapal sudah tidur pulas, beberapa orang sedang menonton adegan film horror di layar televisi. Aku segera menuju tempat tas dan koper Astuti simpan, dan meminta Astuti untuk segera tidur. Astuti pun segera tidur dan kembali memberikan senyuman manisnya ke arahku berdiri.

Waktu pagi tiba, aku terbangun dari tidurku. Aku melihat Astuti sedang merapikan rambutnya, rupanya Astuti baru selesai mandi. Aku beranjak menuju kamar mandi untuk segera mandi. Kamar mandi di kapal itu sangat kotor, bau tidak sedap menusuk sampai ke paru-paruku. Aku mandi dan setelah itu aku kembali ke tempat Astuti duduk. Senyuman manis Astuti kembali membuatku tersenyum padanya.

"Ayo kita keluar!" ajak Astuti.

"Iya," jawabku pelan.

Matahari tampak cerah, dan pelabuhan Tanjung Perak sudah kelihatan. Aku menikmati indahnya pagi bersama dengan Astuti. Setelah lama berdiri di luar dek kapal, Astuti meminta untuk masuk ke dalam kapal. Banyak orang sedang mempersiapkan barang-barang bawaan meraka, karena kapal segera sandar.

Suara sirene kapal terdengar sangat jelas, suatu pertanda kapal sudah sandar. Aku segera mempersiapkan barang bawaanku untuk segera turun dari kapal. Astuti masih sibuk membuang botol-botol sisa minumannya.

"Ayo kita turun!" pinta Astuti.

"Iya," jawabku.

Aku segera turun dari kapal. Orang-orang pada keluar dan mengangkat barang masing-masing. Pintu kapal begitu sesak, semua orang pada keluar. Aku tidak lagi melihat Astuti berjalan bersamaku. Aku tidak bisa melihatnya di antara  banyaknya orang sekitar pelabuhan. Aku mencarinya kemana-mana di sekitar pelabuhan, tapi aku tidak menemukan Astuti. Aku juga lupa meminta nomor handponenya. Aku tidak tahu kemana Astuti pergi. Aku hanya membayangkan senyuman manis Astuti yang selalu menganggu pikiranku. Aku tidak tahu kemana Astuti pergi.




 








 

 



 


  

Rindu

Sendiri ku mengeja kerinduan
Padamu yang tak sanggup kugapai
Adakah debar membawa pesan
Padamu yang kumiliki dalam angan

Rasa rindu ini selalu membeku
Mematikan raga menjadi kaku
Kini waktupun terus berlalu
Aku tak sanggup menahan kesendirianku

Untukmu pintaku terlampau sederhana
Bersama dekapmu untuk selamanya
Berharap semua terungkai nyata
Hingga tak ada sekat yang memisahkan kita

Tak akan ku biarkan rindu ini pudar
Walau goda dan ujian begitu besar
Engkau yang jauh disana
Semoga merasakan rinduku juga


Kritik dan Esai Lima Cerita Pendek

Judul cerita pendek yang akan dibahas yaitu; "Sorot Mata Syaila", "Sepatu Jinjit Aryanti", "Bambi dan Perempuan Ber...