Sabtu, 24 April 2021

Kritik dan Esai Cerpen "Sulastri dan Empat Lelaki" Karya M. Shoim Anwar

Kritik dan Esai Cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” Karya M. Shoim Anwar

Cerpen “Sulastri dan Empat lelaki” karya M. Shoim Anwar menceritakan tentang tokoh Sulastri yang dihadapakan dengan empat tokoh yang berbeda, yaitu seorang polisi, Markam, Firaun, dan Musa. 

Dalam kehidupan manusia kita sering menemukan karakter orang yang berbeda atau kita seringkali dihadapkan dengan pengalam hidup yang berbeda. Hal ini dikarenakan setiap manusia memiliki cara pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkahlaku dalam kehidupan sehari-hari. Dalam cerpen “Sulastri dan Empat lelaki” ini mengambarkan kepada kita bahwa kehidupan itu tidak hanya satu arah, kita harus memahami bahwa adanya perbedaan di antara manusia satu dengan lainnya. 

Cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” diceritakan dalam cerpen sebagai berikut

Tokoh Sulastri dengan tokoh Polisi

Dalam cepen “Sulastri dan Empat Lelaki” tokoh Sulastri dan tokoh Polisi menceritakan tentang mafia dan suap-menyaup yang dilakukan oleh polisi dengan perantara. Polisi menyuruh Sulastri agar turun dari tanggul, tapi ia tak mau ia hanya menghindar dari tindakan fisik. Sulastri berpikir Polisi tak mungkin mendeportasi Sulastri tanpa imbalan. Berikut kutipannya:

“Polisi berbaret biru  dan berkulit gelap itu memberi isyarat agar Sulastri turun dari tanggul. Sulastri tetap menolak untuk turun. Sang polisi mulai kehilangan kesabaran. Raut wajahnya yang cokelat gelap tampak menegang. Dia berjalan cepat menuju patahan tanggul yang belum selesai, kemudian menaiki bongkahan-bongkahan batu. Muncul kekhawatiran dalam diri Sulastri. Sulastri tahu, polisi tak akan menangkapnya tanpa imbalan. Dia hanya menghindar sesaat dari tindakan fisik. Polisi tak mungkin menyerahkannya pada kedutaan untuk dideportasi. Seperti juga teman-teman senasib, Sulastri menggelandang. Kalau ingin ditangkap dan dideportasi, dia harus bergabung dengan beberapa teman, mengumpulkan uang setidaknya seribu real per orang, lalu diserahkan pada para perantara yang bekerja ala mafia. Para perantara inilah yang akan menghubungi polisi agar menangkap sekumpulan orang yang sudah diatur tempat dan waktunya. Dari seribu real per orang, konon polisi akan mendapat tujuh ratus real per orang, sisanya untuk para perantara. Polisi akan mengirim orang-orang tangkapan ini ke kedutaan dengan surat deportasi. Kedutaanlah yang berkewajiban menerbangkan mereka ke tanah air. Celakanya, ketika uang sudah diserahkan tapi penangkapan tak kunjung tiba. Lebih celaka lagi, para perantara ternyata berasal dari negeri Sulastri sendiri”.

Dari kutipan cerpen di atas menceritakan bahwa tokoh Sulastri dihadapkan dengan seorang polisi yang berkerjasama dengan perantara untuk menangkap manusia dengan perjanjian akan memulangkan mereka ke negerinya. Dalam kehidupan saat ini banyak sekali modus kejahatan yang menjadikan manusia sebagai korban pelaku untuk memeroleh uang dan keuntungan diri sendiri saja.  Kejahatan berupa kesepakatan secara ilegal antara kriminal dan bahkan dengan penegak hukum sendiri kerap kali terlibat dalam kegiatan perdagangan, perjudian, penggelapan dana, dan masih banyak lainnya. Kejahatan seperti ini sangat berbahaya, sebab ini merusak individu dan kelompok sosial dan menghancurkan kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Tokoh Sulastri oleh Tokoh Markam

Dalam cerpen “Sulastri dan Emapat Lelaki” menceritakan bahwa Markam, suami Sulastri tidak pernah lagi menghidupi Sulastri dan anak-anaknya karena ia lebih peduli untuk melakukan pertapa di aliran Bengawan Solo. Ia lebih mengapdikan hidupnya untuk kuburan dan benda-benda pusaka. Berikut kutipannya:

“Disana ada seorang lelaki bertapa menginginkan kehadiran benda-benda pusaka, membiarkan istri dan anak-anaknya jatuh bangun mempertahankan nyawa. Lelaki itu bernama Markam, suami Sulastri. Suatu kali Markam pulang dengan berenang menyeberangi Bengawan Solo.”

“Aku tak sanggup begini terus. Apakah anak-anak akan kau beri makan keris dan tombak tua?”

Dari kutipan cerpen tersebut menggambarakan bahwa memang benar Markam sudah tidak peduli dengan keluarganya hingga istri dan anak-anaknya harus berjuang sendiri untuk memperjuangkan hidup. Hal ini juga digambarkan dengan percakapan Sulastri dengan tokoh Musa. Berikut kutipanya:

“Kau masuk ke negeri ini secara haram. Bagaimana aku bisa menolongmu?” jawab Musa dengan suara besar menggema.

“Saya ditelantarkan suami, ya Musa.”

“Suamimu seorang penyembah berhala. Mengapa kau bergantung padanya?”

“Saya seorang perempuan, ya Musa.”

Dari kutipan cerpen di atas mengambarkan bahwa Markam, suaminya Sulastri tidak bertangung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Markam lebih memilih untuk menikmati kehidupannya sendiri, yaitu memilih menyebah berhala agar mendapatkan benda pusaka yang ia inginkan. 

Pengambaran tokoh sulastri dengan tokoh Markam sering terjadi dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan manusia saat ini banyak sekali terjadi perbuatan menelantarkan istri dan anak dengan sengaja. Hal ini terjadi dikarenakan oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor ekonomi. Keadaan ekonomi yang tidak terpenuhi akan memengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan, seperti mencuri, merampok, membunuh, dan lainnya. Tindakan tidak bertanggung jawab sering terjadi dalam kehidupan manusia, baik disengaja maupun tidak disengaja. Padahal tangung jawab menjadi bagian kebutuhan manusia. Tangung jawab merupakan kesadaran seseorang terhadap pekerjaannya baik lingkungan keluarga maupun masyarakat. 

Tokoh Sulastri dengan Tokoh Firaun

Dalam cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” menceritakan bahwa Firaun menganggap bahwa Sulastri adalah budaknya yang diserahkan oleh Markam. Karena Firaun merasa Sulastri sudah menjadi miliknya, Sulastri tidak boleh menolak apapun yang diperintahkan Firaun. Tetapi Sulastri tidak terima diperlakukan seperti itu karena dia tidak menyembah berhala seperti suaminya. Dan Sulastri ingin berlari. Tapi Firaun akan membebaskan Sulastri jika ada yang mampu membayar atau membeli Sulastri. Berikut kutipannya:

“Ooo…Siapa yang telah membayar untuk membebaskanmu? Semua adalah milikku. Semua adalah aku!”.

…Sulastri dengan cepat berbalik arah dan berlari.

“Hai, jangan berlari! Kau datang ke sini untuk menghambakan diri. Kau adalah milik tuanmu. Tunduklah kehadapanku!”

Disaat Sulastri berlari menjauhi Firaun, Firaun tetap saja mengejarnya. Ia tak ingin kehilangan budaknya begitu saja. Berikut kutipannya:

“Sulastri terus berlari. Firaun melangkahkan kakinya, makin cepat dan cepat, lalu berlari. Bunyi mendebam di atas tanggul. Dari kejauhan terlihat seperti gadis kecil dikejar raksasa.

Dari kutipan cerpen di atas mengambarkan penindasan yang dilakukan penguasa, bahwa para penguasa seenaknya mengatur dan harus mematuhi setiap perintah. Dalam kehidupan saat ini banyak sekali terjadi penindasan yang dilakukan oleh orang yang berkuasa atau dilakukan oleh kelompok yang kuat terhadap yang lemah. Bentuk penindasan yang diceritakan dalam cerpen tersebut masih sama seperti yang terjadi saat ini, yaitu lebih pada penindasan yang berpegang pada kemanusian yang melahirkan kemiskinan. Penguasaan yang berujung pada penindasan ini disebabkan oleh kekuatan lapisan masyarakat yang lebih berkuasa secara finansial, budaya, politik dan kedudukan. 

Tokoh Sulastri  dengan tokoh Musa

Dalam cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” tokoh Sulastri dan tokoh Musa menceritakan  keadaan yang dialami Sulastri di negerinya. Para pemimpin membiarkan rakyatnya kesusahan dan tidak bisa berdaya akibat ulah pemimpin negeri. Pada saat pemilihan saja para pemimoin membutuhkan rakyatnya. Berikut kutipan percakapan Sulastri dengan tokoh lain, Musa:

“Kami menderita, ya Musa”

“Para pemimpin negerimu serakah.”

“Kami tak kebagian, ya Musa”

“Mereka telah menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga, golongan, serta para cukongnya.”

“Kami tak memperoleh keadilan, ya Musa.”

“Di negerimu keadilan telah jadi slogan.”

“Tolonglah saya, ya Musa.”

“Para pemimpin negerimu juga tak bisa menolong. Kau hanya dibutuhkann saat pemilu. Setelah itu kau dijadikan barang dagangan yang murah.”

“Tolonglah saya, Ya Musa….”

Dari kutipan cerpen tersebut menggambarkan ketidakadilan yang dialami oleh Sulastri di negerinya dan juga menggabarkan penindasan yang dilakukan oleh para penguasa yang tidak memerhatikan rakyat yang sudah memilih mereka. Pengambaran kehidupan tokoh Sulastri tersebut masih terjadi pada kehidupan manusia saat ini. Pemerintah tidak mempedulikan rakyatnya ketika sudah menduduki kekuasaan yang diinginkannya. Pemerintah akan peduli jika ada program menduduki kekuasaan yang baru. Hal ini menyebabkan tingginya angka kemiskinan di negeri ini. Kemiskinan bukan hanya disebabkkan oleh kemalasan, melainkan oleh ketidakadilan. Dalam hal ini, penguasa hanya membuat sitem kebijakan hanya menguntungkan kelompok tertentu.  Selain itu, tidak berpihaknya penguasa terhadap rakyat kecil dikarenakan matinya nurani dalam memahami kesulitan rakyat kecil. Pada saat ini, kemiskinan yang dihadapai sangat luar biasa. Hal ini terjadi karena begitu banyak kebijakan yang menyulitkan rakyat kecil untuk mengembangkan usahanya. Jika ini terus-menerus terjadi, maka kemiskinan akan semakin meningkat. 


Cerpen “Sulastri dan Emapat Lelaki” memiliki kaitan dengan masalah yang terjadi di Indonesia saat ini. Berikut pemaparannya.

Masalah Politik

Dalam cerpen “Sulastri dan Empat lelaki” mengambarkan masalah politik yang terjadi di negerinya. Hal ini ditunjukkan dengan dialog tokoh Sulastri dan tokoh Musa. Berikut kutipan percakapan Sulastri dengan tokoh lain, Musa:

“Kami menderita, ya Musa”

“Para pemimpin negerimu serakah.”

“Kami tak kebagian, ya Musa”

“Mereka telah menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga, golongan, serta para cukongnya.”

“Kami tak memperoleh keadilan, ya Musa.”

“Di negerimu keadilan telah jadi slogan.”

“Tolonglah saya, ya Musa.”

“Para pemimpin negerimu juga tak bisa menolong. Kau hanya dibutuhkann saat pemilu. Setelah itu kau dijadikan barang dagangan yang murah.”

Dari kutipan doalog tokoh Sulastri dengan tokoh Musa, jelas pengarang disini mengambarkan masalah politik yang terjadi di negeri ini. Jika kita melihat kenyataan sekarang masyarakat kecewa karena diberi harapan palsu oleh para elit politik. Politik yang diisi dengan janji yang mengarahkan kebohongan, para pemimpin memberikan janji kepada masyarakat ketika waktu pemilihan tiba. Ketika sudah terpilih, mereka tidak lagi memerhatikan rakyat kecil yang sudah berjuang untuk mereka. Hal ini membuat orang kecewa,  banyak ketidakadilan yang dialami masyarakat karena ulah pemimimpinnya sendiri.

Masalah Hukum

Dalam cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” mengambarkan kurangnya penegakan hukum dalam memelihara dan menciptakan keadilan bagi semua masyarakat. Hal ini diceritakan pengarang melalui tokoh Sulastri dan tokoh polisi. Berdasarkan cerita yang dialami tokoh Sulastri, jelas memperlihatkan penyalahgunaan kekuasaan untuk kempentingan pribadi. Hukum seharusnya bertindak dan memihak siapapun tanpa memandang status, terutama dalam mengadili pelaku perdangangan manusia. Kurangnya penegakan hukum memberi celah bagi para penguasa untuk menindas oarang yang lemah. Hal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum perlu diperhatikan kembali untuk kepentingan bersama, bukan untuk pihak tertentu saja.

Masalah Ekonomi

Dalam cerpen “Sulastri dan Empat lelaki” mengambarkan masalah sosial yang disebabkan oleh faktor ekonomi, yaitu kemiskinan. Hal ini diceritakan secara jelas oleh pengarang untuk menggambarkan kondisi ekonomi yang terjadi pada masyarakat saat ini. Meskinpun kita bejuang untuk membebaskan diri dari kemisikinan, kenyataannya sampai saat ini Indonesia belum bisa lepas dari masalah kemisinan. Seperti yang diceritakan dalam cerpen melalui tokoh Firaun, bahwa kemiskinan itu terjadi karena malas dan tidak ada usaha. Selain itu, juga digambarkan denga doalog antara tokoh Sulastri dan Musa. Kemisikinan terjadi karena ketidakadilan yang dilakukan oleh pemimim dalam mensejahtrakan rakyatnya.


Cerpen “Sulastri dan Emapat Lelaki” banyak menggambarkan kehidupan yang terjadi saat ini. Kejadian dalam cerpen ini merupakan bentuk ungkapan hati pengarang untuk menggambarkan kondisi kehidupan yang terjadi di masyarakat. Pengarang menggambarkan kehidupan masarakat dengan berbagai kondisi yang dialami oleh tokoh Sulastri. Dalam cerpen ini pengarang tidak menceritakan dengan jelas setiap akhir cerita antara tokoh Sulastri dan Empat Lelaki. Pengarang mungkin sengaja membuat cerita seperti itu untuk membuat penasaran bagi pembaca.


Sabtu, 17 April 2021

Kritik dan Esai Cerpen Di Jalan Jabal Kaabah

Kritik dan Esai Pada Cerpen Di Jalan Jabal Kaabah karya Shoim Anwar

Cerpen yang berjudul "Di Jalan Jabal Kaabah" karya Shoim Anwar menceritakan tentang perjalanan ibadah Tuan Amali dan Nyonya Tilah ke tanah suci. Ketika melakukan ibadah haji di tanah suci ada pula orang yang buruk dengan merugikan banyak orang yaitu seorang anak yang diperbudak untuk meminta-minta dengan cara yang tak wajar, menipu orang dengan cara berpura-pura tidak memiliki satu tangan dengan cara menyembunyikan separuh tangannya dibalik baju dalamnya. Awalnya Tuan Amali tidak mengetahui kebenaran tersebut, sehingga ia merasa iba dengan anak-anak cacat di Jabal Al-Kaabah.Tuan Amali pun  memberikan sedikit rezeki kepada anak-anak yang cacat itu.

Dalam kehidupan saat ini, banyak manusia yang  menyalahgunakan sebuah cara untuk memeroleh rezeki. Seringkali kita melihat di pinggir jalan, lampu merah, dan keramaian kota segerombol anak dibawah umur menjadi pengemis demi menarik rasa simpati dari oranglain.  Anak tersebut dipekerjakan oleh orang dewasa yang tidak bertanggung jawab. Kejadian seperti ini sering terjadi dalam kehidupan manusia karena kurangnya pengetahuan dan wawasan seseorang tentang bagaimana mendapatkan rezeki yang layak untuk didapatkan.

Kejadian seperti ini seharusnya tidak boleh dilakukan secara terus menerus. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk memberikan teguran dan wawasan kepada orang yang tidak bertanggung jawab tersebut, seperti yang diceritakan penulis bahwa setelah mengetahui kebenaran tentang perbuatan yang tidak bertanggung jawab tersebut Tuan Amali sangat geram dan  akhirnya mendatangi anak tersebut dengan niat membongkar kebohongan tersebut. Hal ini dilakukan karena para pengemis hanya memanfaatkan sebuah keadaan,  mereka tidak mungkin benar-benar miskin bisa jadi ada yang kaya akan tetapi mereka melakukan itu hal tersebut. Anak kecil yang seharusnya lebih senang bermain dengan teman sebayanya justru malah sudah di ajarkan dengan hal yang tidak layak untuk mereka terima dan rasakan. Kejadian seperti ini sering terjadi dalam kehidupan manusia. Hal ini dilakukan karena masih kurangnya pengetahuan dan wawasan.

Cerpen yang berjudul "Di Jalan Jabal Al-Kabah" mengandung sebuah nilai bahwa, dalam mencari rezeki hendaknya dilakukan dengan cara yang benar. Untuk mendapatkan rezeki tidak harus mengemis, apalagi yang menjadi sasaran dalam mengemis adalah anak kecil. Masih banyak cara untuk mendapatkan rezeki yang halal dan bisa dilakukan dengan cara yang baik dan benar.

Kelebihan : cerpen ini mudah dipahami dan menarik untuk dibaca. Bahasanya yang mudah dipahami pembaca juga menjadi nilai plus tersendiri.

Kekurangan : Tidak digambarkan secara utuh sehingga pembaca bertanya-tanya bagaimana reaksi Nyonya Tilah setelah mengetahui kabar yang sebenarnya.


Sabtu, 10 April 2021

Kritik dan Esai Sastra cerpen “Ada Tahi Lalat Di Dada Istri Pak Lurah” Karya M.Shoim Anwar

Kritik dan Esai Sastra cerpen “Ada Tahi Lalat Di Dada Istri Pak Lurah” Karya M.Shoim Anwar

Sastra merupakan tiruan atau pemaduan antara kenyataan dengan imajinasi pengarang, atau hasil imajinasi pengarang yang bertolak dari suatu kenyataaan. Dalam cerpen Cerpen “Ada Tahi Lalat Di Dada Istri Pak Lurah” Karya M.Shoim Anwar menceritakan tentang kehidupan maasyarakat sekarang. Cerpen ini digambarkan tenang kehidupan masyarakat yang suka bergosip tentang kehidupan orang lain baik yang buruk ataupun yang baik selalu menjadi bahan untuk diperbincangkan mereka. Cerpen Cerpen “Ada Tahi Lalat Di Dada Istri Pak Lurah” Karya M.Shoim Anwar ini diambil dari kehidupan nyata bahwa banyak masyarakat yang masih menggosipkan tentang kehidupan orang lain sebagai bahan obrolan antar masyarakat. Terbukti dari kutipan cerpen berikut ini:

 “Ada  tahi lalat di dada istri Pak Lurah. Itu kabar yang tersebar di tempat kami. Keberadaannya seperti wabah. Lembut tapi pasti. Mungkin orang-orang masih sungkan untuk mengatakannya secara terbuka. Mereka menyampaikan kabar itu dengan suara pelan, mendekatkan mulut ke telinga pendengar, sementara yang lain memasang telinga lebih dekat ke mulut orang yang sedang berbicara. Mereka manggut-manggut, tersenyum sambil membuat kode gerakan menggelembung di dada dengan dua tangan, lalu menudingkan telunjuk ke dada sendiri, sebagai pertanda telah mengerti.”

Dalam kutipan tersebut menggambarkan bagaimana masyarakat sekarang yang suka membicarakan tentang kehidupan orang lain. Dalam kehidupan nyata banyak orang yang membicarakan orang lain banyak diantaranya adalah perbuatan yang baik mereka yang berbicara mempunyai maksud untuk memberitahukan kepada orang lain agar mengetahui aib orang terebut, tak jarang apa yang dibicarakan tidak benar adanya.

“Di luar sana juga ada omongan soal kedekatan istri Pak Lurah dengan bos proyek perumahan,” aku membuka pembicaraan dengan istri.

“Kedekatan yang gimana lagi?” istriku mendongak.

“Bos proyek itu sering datang saat Pak Lurah tidak ada di rumah. Katanya juga pernah keluar bareng.”

Dalam kutipan tersebut menggambarkan dimana mereka membicarakan istri dari pak Lurah dimana yang mereka bicarakan adalah istri pak Lurah yang memiliki kedekatan dengan bos proyek saat pak Lurah sedang bekerja. Dalam kehidupan nyata banyak warga yang senang dengan bergunjing dari mulut kemulut tanpa melihat kebenaran yang ada yang mereka pikirkan hanyalah keburukan dari orang lain tanpa mengolahnya terlebih dahulu.

“Pak Lurah telah menceraikan istrinya yang pertama. Ini istri kedua. Andai tetap dengan Bu Lurah yang dulu, tak akan tersiar kabar kayak begini.”

“Bisa jadi berita itu datangnya dari suaminya yang dulu.”

“Lo, Bu Lurah yang sekarang itu masih perawan. Selisih umurnya katanya dua puluh tahun,” istriku menegaskan sambil menyambut Laela yang baru pulang sekolah”.

Dalam kutipan tersebut menggambarkan dimana istri kedua pak lurah dianggap sebagai wanita yang tidak baik oleh mereka yang bergosip, banyak yang menyangka bahwa cerainya pak Lurah dengan istri yang pertama akibat ulah dari istri kedua. Tidak hanya disitu saja mereka juga membicarakan tentang tahi lalat yang ada di dada istri pak Lurah. Bergosip sepertinya sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging bagi  warga. Didunia nyatapun juga seperti itu, banyak masyarakat yang hobi bergosip tentang orang lain.

Dalam cerpen  tersebut juga digambarkan bahwa sosok seorang pejabat yang memiliki sifat serakah yaitu pak Lurah. Demi mendapatkan banyak uang untuk keuntungan pribadinya. Bahkan dia memanfaatkan orang miskin untuk meraup keuntungan pribadi dengan membodohi mereka supaya mereka menjual tanahnya. Dalam kehidupan sekarang pun masih ada masyarakat yang menipu orang lain demi keuntungannya semata. Itu juga ada didalam kutipan cerpen sebagai berikut:

“ “Bilang sama Pak Lurah,” aku melanjutkan, “mestinya kehidupan kami diperbaiki agar makmur. Diciptakan lapangan kerja baru. Bukan mengancam agar rakyat menjual tanahnya kayak kompeni.”

“Kalau ada perumahan, pasti warga dapat kesempatan kerja.”

“Jadi kuli dan babu!” aku menyergah.”

Dalam cerpen ini pun warga masih membicarakan orang lain tanpa melihat sikon terlebih dahulu dimana mereka tidak menyerap informasi apakah itu benar adanya, yang mereka tahu hanyalah bergosip. Dalam kutipan cerpen menunjukan bahwa saat bergosipun mereka tidak melihat sekeliling apakah ada orang lain yang mendengar contohnya saja pada cerpen, ada anak dari mereka yang mendengar percakapan itu. Perlu diingat bahwa pada usia anak-anak, anak akan menyerap dan mempelajari apa yang dia dengar dan dia lihat jadi sebaiknya orang tua harus waspada bahkan berhati-hati saat membicarakan sesuatu. Kutipan cerpen berikut :

 “Haaa…??!!!” aku heran dan terhenyak. Istriku juga tampak terbengong-bengong. Kami saling memandang. Tak bicara apa-apa. Entah bagaimana ceritanya Laela tiba-tiba menunjukkan gambar perempuan yang bertahi lalat di dadanya. Persis gunjingan yang hari-hari ini kami dengar.

“Ini tahi lalat di dada istri Pak Lurah…” kembali anakku menuding gambar yang telah dibuatnya. Kami hanya tersenyum. Kecut dan heran”.

Dapat disimpulakan bahwa bergosip sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat baik dalam kehidupan nyata maupun dalam cerpen yang berjudul “Ada Tahi Lalat Di Dada Istri Pak Lurah” Karya M. Shoim Anwar. Dengan membicarakan keburukan maupun kebaik orang lain itu tidak baik adanya apalagi sampai menimbulkan masalah dan kesalah pahaman. Sebaiknya kebiasaan buruk tentang bergosip dihilangkan karena bisa membuat masalah muncul antaranya kesalahpahaman, perdebatan dan perkelahian. Masyarakat saat ini harus waspada dengan pikiran mereka sendiri maupun dengan mulut mereka karena ada pepatah mulutmu harimaumu dimana dari mulut banyak menyebabkan masalah kalau yang dikeluarkan merupakan kata-kata yang buruk.


Jumat, 02 April 2021

Kritik dan Esai Cerpen

Kritik dan Esai Cerpen “Sisik Naga di Jari Manis Gus Usup” Karya M. Shoim Anwar

Dalam cerpen “Sisik Naga di Jari Manis Gus Usup”, menceritakan seorang tokoh bernama Gus Usup yang dihormati dan disegani oleh masyarakat di sekitarnya. Gus Usup digambarkan sebagai seseorang yang baik dan ramah. Dalam cerpen tersebut juga di gambarkan bahwa masyarakat menganggap apa saja yang ada pada diri Gus Usup merupakan sesuatu yang luar biasa. Hal ini ditunjukkan dengan batu akik bermotif sisik naga yang dipakai oleh Gus Usup. Penggambaran kehidupan dalam cerpen “Sisik Naga di Jari Manis Gus Usup” terjadi dalam kehidupan manusia saat ini. Masyarakat masih banyak yang mempercayai hal-hal magis atau supranatural dalam sebuah benda. Seiring berjalannya waktu, kepercayaan semacam ini bahkan masih hidup hingga kini. Kita dapat melihat, saat ini masih banyak orang percaya batu cincin ataupun benda jimat lainnya dapat memberi berbagai khasiat, mulai dari kekebalan, kegagahan, hingga ketampanan.

Cerpen “Sisik Naga di Jari Manis Gus Usup”, ceritanya mudah untuk dipahami dan alur yang digunakan juga jelas. Cerpen tersebut  memiliki amanat bahwa kesukaan untuk memiliki sebuah benda boleh tapi jika itu untuk hiasan atau karena rasa suka saja tapi jangan gunakan itu sebagai kepercayaan yang terlalu berlebihan.


Kritik dan Esai Lima Cerita Pendek

Judul cerita pendek yang akan dibahas yaitu; "Sorot Mata Syaila", "Sepatu Jinjit Aryanti", "Bambi dan Perempuan Ber...