Kritik dan Esai Cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” Karya M. Shoim Anwar
Cerpen “Sulastri dan Empat lelaki” karya M. Shoim Anwar menceritakan tentang tokoh Sulastri yang dihadapakan dengan empat tokoh yang berbeda, yaitu seorang polisi, Markam, Firaun, dan Musa.
Dalam kehidupan manusia kita sering menemukan karakter orang yang berbeda atau kita seringkali dihadapkan dengan pengalam hidup yang berbeda. Hal ini dikarenakan setiap manusia memiliki cara pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkahlaku dalam kehidupan sehari-hari. Dalam cerpen “Sulastri dan Empat lelaki” ini mengambarkan kepada kita bahwa kehidupan itu tidak hanya satu arah, kita harus memahami bahwa adanya perbedaan di antara manusia satu dengan lainnya.
Cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” diceritakan dalam cerpen sebagai berikut
Tokoh Sulastri dengan tokoh Polisi
Dalam cepen “Sulastri dan Empat Lelaki” tokoh Sulastri dan tokoh Polisi menceritakan tentang mafia dan suap-menyaup yang dilakukan oleh polisi dengan perantara. Polisi menyuruh Sulastri agar turun dari tanggul, tapi ia tak mau ia hanya menghindar dari tindakan fisik. Sulastri berpikir Polisi tak mungkin mendeportasi Sulastri tanpa imbalan. Berikut kutipannya:
“Polisi berbaret biru dan berkulit gelap itu memberi isyarat agar Sulastri turun dari tanggul. Sulastri tetap menolak untuk turun. Sang polisi mulai kehilangan kesabaran. Raut wajahnya yang cokelat gelap tampak menegang. Dia berjalan cepat menuju patahan tanggul yang belum selesai, kemudian menaiki bongkahan-bongkahan batu. Muncul kekhawatiran dalam diri Sulastri. Sulastri tahu, polisi tak akan menangkapnya tanpa imbalan. Dia hanya menghindar sesaat dari tindakan fisik. Polisi tak mungkin menyerahkannya pada kedutaan untuk dideportasi. Seperti juga teman-teman senasib, Sulastri menggelandang. Kalau ingin ditangkap dan dideportasi, dia harus bergabung dengan beberapa teman, mengumpulkan uang setidaknya seribu real per orang, lalu diserahkan pada para perantara yang bekerja ala mafia. Para perantara inilah yang akan menghubungi polisi agar menangkap sekumpulan orang yang sudah diatur tempat dan waktunya. Dari seribu real per orang, konon polisi akan mendapat tujuh ratus real per orang, sisanya untuk para perantara. Polisi akan mengirim orang-orang tangkapan ini ke kedutaan dengan surat deportasi. Kedutaanlah yang berkewajiban menerbangkan mereka ke tanah air. Celakanya, ketika uang sudah diserahkan tapi penangkapan tak kunjung tiba. Lebih celaka lagi, para perantara ternyata berasal dari negeri Sulastri sendiri”.
Dari kutipan cerpen di atas menceritakan bahwa tokoh Sulastri dihadapkan dengan seorang polisi yang berkerjasama dengan perantara untuk menangkap manusia dengan perjanjian akan memulangkan mereka ke negerinya. Dalam kehidupan saat ini banyak sekali modus kejahatan yang menjadikan manusia sebagai korban pelaku untuk memeroleh uang dan keuntungan diri sendiri saja. Kejahatan berupa kesepakatan secara ilegal antara kriminal dan bahkan dengan penegak hukum sendiri kerap kali terlibat dalam kegiatan perdagangan, perjudian, penggelapan dana, dan masih banyak lainnya. Kejahatan seperti ini sangat berbahaya, sebab ini merusak individu dan kelompok sosial dan menghancurkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tokoh Sulastri oleh Tokoh Markam
Dalam cerpen “Sulastri dan Emapat Lelaki” menceritakan bahwa Markam, suami Sulastri tidak pernah lagi menghidupi Sulastri dan anak-anaknya karena ia lebih peduli untuk melakukan pertapa di aliran Bengawan Solo. Ia lebih mengapdikan hidupnya untuk kuburan dan benda-benda pusaka. Berikut kutipannya:
“Disana ada seorang lelaki bertapa menginginkan kehadiran benda-benda pusaka, membiarkan istri dan anak-anaknya jatuh bangun mempertahankan nyawa. Lelaki itu bernama Markam, suami Sulastri. Suatu kali Markam pulang dengan berenang menyeberangi Bengawan Solo.”
“Aku tak sanggup begini terus. Apakah anak-anak akan kau beri makan keris dan tombak tua?”
Dari kutipan cerpen tersebut menggambarakan bahwa memang benar Markam sudah tidak peduli dengan keluarganya hingga istri dan anak-anaknya harus berjuang sendiri untuk memperjuangkan hidup. Hal ini juga digambarkan dengan percakapan Sulastri dengan tokoh Musa. Berikut kutipanya:
“Kau masuk ke negeri ini secara haram. Bagaimana aku bisa menolongmu?” jawab Musa dengan suara besar menggema.
“Saya ditelantarkan suami, ya Musa.”
“Suamimu seorang penyembah berhala. Mengapa kau bergantung padanya?”
“Saya seorang perempuan, ya Musa.”
Dari kutipan cerpen di atas mengambarkan bahwa Markam, suaminya Sulastri tidak bertangung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Markam lebih memilih untuk menikmati kehidupannya sendiri, yaitu memilih menyebah berhala agar mendapatkan benda pusaka yang ia inginkan.
Pengambaran tokoh sulastri dengan tokoh Markam sering terjadi dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan manusia saat ini banyak sekali terjadi perbuatan menelantarkan istri dan anak dengan sengaja. Hal ini terjadi dikarenakan oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor ekonomi. Keadaan ekonomi yang tidak terpenuhi akan memengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan, seperti mencuri, merampok, membunuh, dan lainnya. Tindakan tidak bertanggung jawab sering terjadi dalam kehidupan manusia, baik disengaja maupun tidak disengaja. Padahal tangung jawab menjadi bagian kebutuhan manusia. Tangung jawab merupakan kesadaran seseorang terhadap pekerjaannya baik lingkungan keluarga maupun masyarakat.
Tokoh Sulastri dengan Tokoh Firaun
Dalam cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” menceritakan bahwa Firaun menganggap bahwa Sulastri adalah budaknya yang diserahkan oleh Markam. Karena Firaun merasa Sulastri sudah menjadi miliknya, Sulastri tidak boleh menolak apapun yang diperintahkan Firaun. Tetapi Sulastri tidak terima diperlakukan seperti itu karena dia tidak menyembah berhala seperti suaminya. Dan Sulastri ingin berlari. Tapi Firaun akan membebaskan Sulastri jika ada yang mampu membayar atau membeli Sulastri. Berikut kutipannya:
“Ooo…Siapa yang telah membayar untuk membebaskanmu? Semua adalah milikku. Semua adalah aku!”.
…Sulastri dengan cepat berbalik arah dan berlari.
“Hai, jangan berlari! Kau datang ke sini untuk menghambakan diri. Kau adalah milik tuanmu. Tunduklah kehadapanku!”
Disaat Sulastri berlari menjauhi Firaun, Firaun tetap saja mengejarnya. Ia tak ingin kehilangan budaknya begitu saja. Berikut kutipannya:
“Sulastri terus berlari. Firaun melangkahkan kakinya, makin cepat dan cepat, lalu berlari. Bunyi mendebam di atas tanggul. Dari kejauhan terlihat seperti gadis kecil dikejar raksasa.
Dari kutipan cerpen di atas mengambarkan penindasan yang dilakukan penguasa, bahwa para penguasa seenaknya mengatur dan harus mematuhi setiap perintah. Dalam kehidupan saat ini banyak sekali terjadi penindasan yang dilakukan oleh orang yang berkuasa atau dilakukan oleh kelompok yang kuat terhadap yang lemah. Bentuk penindasan yang diceritakan dalam cerpen tersebut masih sama seperti yang terjadi saat ini, yaitu lebih pada penindasan yang berpegang pada kemanusian yang melahirkan kemiskinan. Penguasaan yang berujung pada penindasan ini disebabkan oleh kekuatan lapisan masyarakat yang lebih berkuasa secara finansial, budaya, politik dan kedudukan.
Tokoh Sulastri dengan tokoh Musa
Dalam cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” tokoh Sulastri dan tokoh Musa menceritakan keadaan yang dialami Sulastri di negerinya. Para pemimpin membiarkan rakyatnya kesusahan dan tidak bisa berdaya akibat ulah pemimpin negeri. Pada saat pemilihan saja para pemimoin membutuhkan rakyatnya. Berikut kutipan percakapan Sulastri dengan tokoh lain, Musa:
“Kami menderita, ya Musa”
“Para pemimpin negerimu serakah.”
“Kami tak kebagian, ya Musa”
“Mereka telah menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga, golongan, serta para cukongnya.”
“Kami tak memperoleh keadilan, ya Musa.”
“Di negerimu keadilan telah jadi slogan.”
“Tolonglah saya, ya Musa.”
“Para pemimpin negerimu juga tak bisa menolong. Kau hanya dibutuhkann saat pemilu. Setelah itu kau dijadikan barang dagangan yang murah.”
“Tolonglah saya, Ya Musa….”
Dari kutipan cerpen tersebut menggambarkan ketidakadilan yang dialami oleh Sulastri di negerinya dan juga menggabarkan penindasan yang dilakukan oleh para penguasa yang tidak memerhatikan rakyat yang sudah memilih mereka. Pengambaran kehidupan tokoh Sulastri tersebut masih terjadi pada kehidupan manusia saat ini. Pemerintah tidak mempedulikan rakyatnya ketika sudah menduduki kekuasaan yang diinginkannya. Pemerintah akan peduli jika ada program menduduki kekuasaan yang baru. Hal ini menyebabkan tingginya angka kemiskinan di negeri ini. Kemiskinan bukan hanya disebabkkan oleh kemalasan, melainkan oleh ketidakadilan. Dalam hal ini, penguasa hanya membuat sitem kebijakan hanya menguntungkan kelompok tertentu. Selain itu, tidak berpihaknya penguasa terhadap rakyat kecil dikarenakan matinya nurani dalam memahami kesulitan rakyat kecil. Pada saat ini, kemiskinan yang dihadapai sangat luar biasa. Hal ini terjadi karena begitu banyak kebijakan yang menyulitkan rakyat kecil untuk mengembangkan usahanya. Jika ini terus-menerus terjadi, maka kemiskinan akan semakin meningkat.
Cerpen “Sulastri dan Emapat Lelaki” memiliki kaitan dengan masalah yang terjadi di Indonesia saat ini. Berikut pemaparannya.
Masalah Politik
Dalam cerpen “Sulastri dan Empat lelaki” mengambarkan masalah politik yang terjadi di negerinya. Hal ini ditunjukkan dengan dialog tokoh Sulastri dan tokoh Musa. Berikut kutipan percakapan Sulastri dengan tokoh lain, Musa:
“Kami menderita, ya Musa”
“Para pemimpin negerimu serakah.”
“Kami tak kebagian, ya Musa”
“Mereka telah menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga, golongan, serta para cukongnya.”
“Kami tak memperoleh keadilan, ya Musa.”
“Di negerimu keadilan telah jadi slogan.”
“Tolonglah saya, ya Musa.”
“Para pemimpin negerimu juga tak bisa menolong. Kau hanya dibutuhkann saat pemilu. Setelah itu kau dijadikan barang dagangan yang murah.”
Dari kutipan doalog tokoh Sulastri dengan tokoh Musa, jelas pengarang disini mengambarkan masalah politik yang terjadi di negeri ini. Jika kita melihat kenyataan sekarang masyarakat kecewa karena diberi harapan palsu oleh para elit politik. Politik yang diisi dengan janji yang mengarahkan kebohongan, para pemimpin memberikan janji kepada masyarakat ketika waktu pemilihan tiba. Ketika sudah terpilih, mereka tidak lagi memerhatikan rakyat kecil yang sudah berjuang untuk mereka. Hal ini membuat orang kecewa, banyak ketidakadilan yang dialami masyarakat karena ulah pemimimpinnya sendiri.
Masalah Hukum
Dalam cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” mengambarkan kurangnya penegakan hukum dalam memelihara dan menciptakan keadilan bagi semua masyarakat. Hal ini diceritakan pengarang melalui tokoh Sulastri dan tokoh polisi. Berdasarkan cerita yang dialami tokoh Sulastri, jelas memperlihatkan penyalahgunaan kekuasaan untuk kempentingan pribadi. Hukum seharusnya bertindak dan memihak siapapun tanpa memandang status, terutama dalam mengadili pelaku perdangangan manusia. Kurangnya penegakan hukum memberi celah bagi para penguasa untuk menindas oarang yang lemah. Hal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum perlu diperhatikan kembali untuk kepentingan bersama, bukan untuk pihak tertentu saja.
Masalah Ekonomi
Dalam cerpen “Sulastri dan Empat lelaki” mengambarkan masalah sosial yang disebabkan oleh faktor ekonomi, yaitu kemiskinan. Hal ini diceritakan secara jelas oleh pengarang untuk menggambarkan kondisi ekonomi yang terjadi pada masyarakat saat ini. Meskinpun kita bejuang untuk membebaskan diri dari kemisikinan, kenyataannya sampai saat ini Indonesia belum bisa lepas dari masalah kemisinan. Seperti yang diceritakan dalam cerpen melalui tokoh Firaun, bahwa kemiskinan itu terjadi karena malas dan tidak ada usaha. Selain itu, juga digambarkan denga doalog antara tokoh Sulastri dan Musa. Kemisikinan terjadi karena ketidakadilan yang dilakukan oleh pemimim dalam mensejahtrakan rakyatnya.
Cerpen “Sulastri dan Emapat Lelaki” banyak menggambarkan kehidupan yang terjadi saat ini. Kejadian dalam cerpen ini merupakan bentuk ungkapan hati pengarang untuk menggambarkan kondisi kehidupan yang terjadi di masyarakat. Pengarang menggambarkan kehidupan masarakat dengan berbagai kondisi yang dialami oleh tokoh Sulastri. Dalam cerpen ini pengarang tidak menceritakan dengan jelas setiap akhir cerita antara tokoh Sulastri dan Empat Lelaki. Pengarang mungkin sengaja membuat cerita seperti itu untuk membuat penasaran bagi pembaca.