Jumat, 07 Mei 2021

Kritik dan Esai Puisi "Hantu Kolam, Hantu Musim, dan Hantu Dermaga" Karya Mashuri

 

Kritik dan Esai Puisi "Hantu Kolam, Hantu Musim, dan Hantu Dermaga" Karya Mashuri

Hantu Kolam

: plung!
di gigir kolam
serupa serdadu lari dari perang
tampangku membayang rumpang

mataku berenang
bersama ikan-ikan, jidatku terperangkap
koral di dasar yang separuh hitam
dan gelap
kak ada kecipak yang bangkitkan getar
dada, menapak jejak luka yang sama
di medan lama

segalanya dingin, serupa musim yang dicerai
matahari
aku terkubur sendiri di bawah timbunan
rembulan
segalanya tertemali sunyi
mungkin...

"plung!"

aku pernah mendengar suara itu
tapi terlalu purba untuk dikenang sebagai batu
yang jatuh
karena kini kolom tak beriak
aku hanya melihat wajah sendiri, berserak

Bayuwangi, 2012-12-03



Hantu Musim


aku hanya musim yang dikirim rebah hutan
kenangan - memungut berbuah, dedaunan, juga
unggas - yang pernah mampir di pinggir semi
semarakkan jamuan, yang kelak kita sebut
pertemuan awal, meski kita tahu, tetap mata
itu tak lebih hanya mengenal kembali peta
lama, yang pernah tergurat berjuta masa

bila aku hujan, itu adalah warta kepada ular
sawah hasratku, yang bergetar oleh percumbuan
yang kelak kita sebut sebagai cinta, entah yang
pertama atau yang seribu, karena di situ, aku mampu
mengenal kembali siku, lingkar, bulat, penuh

di situ, aku panas, sekaligus dingin
sebagaimana unggas yang pernah kita lihat
di telaga, tetapi bayangannya selalu
mengirimkan warna sayu, kelabu
dan kita selalu ingin mengunag-ulangnya
dengan atau tanpa cerita tentang musim
yang terus berganti...

Mangelang, 2012



Hantu Dermaga


mimpi, puisi dan dongeng
yang terwarta dari pintumu
memanjang di buritan
kisah itu tak sekedar mantram
dalihmu tak sekedar bersandar bukan gerak lingkar
ia serupa pendulum
yang dikulum cenayang
dermaga
ia hanya titik imaji
dari hujan yang berhenti
serpu ruh yang terjungkal, aura terpenggal dan kekal
tertambat di terminal awal

tapi ritusmu bukan jadwal hari ini
dalam kematian, mungkin kelahiran
kedua
segalanya mengambang
bak hujan yang kembali
meski pantai
telah berpindah dan waktu pergi
menjaring darah kembali

Sidoarjo, 2012



Kritik dan Esai Puisi Karya Mashuri

Puisi "Hantu Kolam, Hantu Musim, dan Hantu Dermaga" karya Mashuri menggambarkan kondisi sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia. Pengarang menunjukkan bahwa realita kehidupan yang ada tidak bisa diurai dan dipahami lagi, karena kegelapan peristiwa yang ada tidak menemukan jawaban yang pasti.Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan kata "hantu" dari setiap judul puisi tersebut. Kata hantu merujuk pada sosok yang kasat mata, tidak dapat dilihat dengan jelas.

Puisi "hantu Kolam" menggambarkan kehidupan manusia yang seringkali dihadapkan dengan masalah hidup yang tidak bisa lepas dari pengaruh masa lalu. Hal ini dapat dilihat pada bait puisi berikut.

: plung!
di gigir kolam
serupa serdadu lari dari perang
tampangku membayang rumpang

Dari bait tersebut pengarang menggambarkan kehidupan manusia yang belum lepas dari kehidupan masa lalu yang terus menghantui pikirannya. Manusia selalu memikirkan sesuatu yang terjadi dengan kehidupannya. Hal ini sering terjadi dalam setiap manusia untuk mencoba memahami situasi kehidupan yang dialami di kehidupan masa lalu maupaun yang sedang terjadi.

mataku berenang
bersama ikan-ikan, jidatku terperangkap
koral di dasar yang separuh hitam
dan gelap
kak ada kecipak yang bangkitkan getar
dada, menapak jejak luka yang sama
di medan lama

Dari bait tersebut mengandung makna mengenai kondisi kehidupan manusia yang selalu berhadapan dengan kegelapan atau tidak dalam kondisi yang baik. Hal ini juga masih sama seperti yang terjadi dimasa lalu. Dalam kehidupan, kita sering dihadapakan dengan situasi buruk yang membawa kita kembali ke masa lalu yang pernah merusak hidup kita.

segalanya dingin, serupa musim yang dicerai
matahari
aku terkubur sendiri di bawah timbunan
rembulan
segalanya tertemali sunyi
mungkin...

Dari bait tersebut mengandung makna bahwa sesuatu yang menganggu kehidupan kita akan membuat hidup kita tidak tenang. Masalah memang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Hal ini membuat kita stres dan sulit untuk mencari solusi yang baik untuk menghadapi sebuah masalah.

"plung!"

aku pernah mendengar suara itu
tapi terlalu purba untuk dikenang sebagai batu
yang jatuh
karena kini kolom tak beriak
aku hanya melihat wajah sendiri, berserak

Dari bait tersebut mengandung makna bahwa dalam kehidupan manusia kita pasti memliki sesuatu yang merusak kehidupan kita atau kita belum menemukan jawaban atas apa yang kita cari. Sampai akhirnya kita putus asa dan menjadikan kehidupan masa lalu sebagai kenangan yang pahit. Seperti halnya hantu yang selalu berada dalam gelap yang tidak bisa dilihat, namun terkadang hanya dapat melihat bayangannya saja.


Puisi kedua "Hantu Musim" menggambarkan kondisi kehidupan manusia yang tidak pasti. Kita tidak bisa menebak apa yang terjadi pada masa depan karena dalam kenyataannya kehidupan selalu berubah-ubah. Berikut adalah makna yang terkandung dalam puisi "Hantu Musim" karya Mashuri.

aku hanya musim yang dikirim rebah hutan
kenangan - memungut berbuah, dedaunan, juga
unggas - yang pernah mampir di pinggir semi
semarakkan jamuan, yang kelak kita sebut
pertemuan awal, meski kita tahu, tetap mata
itu tak lebih hanya mengenal kembali peta
lama, yang pernah tergurat berjuta masa

Pada bait tersebut mengandung makna bahwa sesuatu yang ada dalam kehidupan kita seiring waktu akan berubah atau belum pasti terjadi sesuai dengan rencana. Dalam kehidupan manusia kita seringkali merencanakan sesuatu yang luar biasa, namun pada akhirnya hasilnya tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Sesuatu yang kita perjuangkan dalam hidup kepastian akhirnya belum kita ketahui dan juga berhasil atau tidaknya. Akan tetapi, keberhasilan akan datang dari usaha yang kita lakukan dari waktu ke waktu.

bila aku hujan, itu adalah warta kepada ular
sawah hasratku, yang bergetar oleh percumbuan
yang kelak kita sebut sebagai cinta, entah yang
pertama atau yang seribu, karena di situ, aku mampu
mengenal kembali siku, lingkar, bulat, penuh

Pada bait tersebut mengandung makna bahwa dalam menjalani proses kehidupan sangat penting kita sebagai manusia menanamkan sesuatu yang baik kepada orang lain. Karena dalam kehidupan sekarang berbuat baik kepada orang lain akan membawa kita ke kehidupan yang lebih baik lagi. Semakin banyak kita berbuat baik maka semakin banyak orang yang suka dengan kita. Meskipun dalam hidup selalu memberi ketidakpastian, namun kita meyakini bahwa kebaikan akan berbalas kebaikan.
di situ, aku panas, sekaligus dingin
sebagaimana unggas yang pernah kita lihat
di telaga, tetapi bayangannya selalu
mengirimkan warna sayu, kelabu
dan kita selalu ingin mengunag-ulangnya
dengan atau tanpa cerita tentang musim
yang terus berganti...

Pada bait tersebut mengandung makna bahwa sesuatu yang kita jalani dalam hidup ini selalu dihadapakan dengan begitu banyak situasi yang tidak pasti. Kita tidak bisa menebak apa yang akan terjadi pada esok hari dengan pasti. Bahkan setiap waktu segala sesuatu bisa berubah total. Sudah banyak terjadi dalam kehidupan manusia, dimana orang kaya sekejab menjadi miskin. Semua hal yang berubah bisa terjadi tanapa dapat kita duga. Bahkan banyak peristiwa dalam kehidupan manusia seringkali tidak masuk logika.


Puisi "Hantu Dermaga" menggambarkan kehidupan manusia yang dihadapkan dengan ketidakpastian. Hal ini dapat dilihat dalam bait puisi berikut.

mimpi, puisi dan dongeng
yang terwarta dari pintumu
memanjang di buritan
kisah itu tak sekedar mantram
dalihmu tak sekedar bersandar bukan gerak lingkar
ia serupa pendulum
yang dikulum cenayang
dermaga
ia hanya titik imaji
dari hujan yang berhenti
serpu ruh yang terjungkal, aura terpenggal dan kekal
tertambat di terminal awal

Dari bait tersebut mengandung makna bahwa dalam menjalani proses kehidupan setiap orang memiliki tujuan hidup sebagai identitas diri yang kuat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Manusia bukan hanya sekedar hidup dan menjalani kehidupan dengan sebaik mungkin, akan tetapi harus memiliki manfaat dan melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan hidup. Namun dalam kehiduan manusia seringkali kita menemukan ketidakpastian yang akan menghancurkan rencana hidup kita.



tapi ritusmu bukan jadwal hari ini
dalam kematian, mungkin kelahiran
kedua
segalanya mengambang
bak hujan yang kembali
meski pantai
telah berpindah dan waktu pergi
menjaring darah kembali

Bait tersebut mengandung makna bahwa kehidupan kita seperti bergerak ke arah yang tidak menentu. Banyak persitiwa kehidupan yang membuat kita takut dan khawatir dengan ketidakpastian yang ada. Bahkan ketidakpastian membuat kita tidak nyaman karena kita merasa kehilangan kendali atas hidup. Pada dasarnya kita memang bereaksi terhadap ketidakpastian karena selalu berhubungan dengan proses kehidupan yang selalu berubah-ubah.


Puisi "Hantu Kolam, Hantu Musim, dan Hantu Dermaga" karya Mashuri menggambarkan kondisi sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia. Pengarang menunjukkan bahwa realita kehidupan yang ada tidak bisa diurai dan dipahami lagi, karena kegelapan peristiwa yang ada tidak menemukan jawaban yang pasti. Puisi Mashuri bisa menggambarkan betapa dasyatnya perubahan sosial yang tidak bisa disiasati. Manusia tidak bisa memahami sebuah realita kehidupan tanpa ada sesuatu yang bisa diyakini. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan kata "hantu" dari setiap judul puisi tersebut. Kata hantu merujuk pada sosok yang kasat mata, tidak dapat dilihat dengan jelas.



Sabtu, 24 April 2021

Kritik dan Esai Cerpen "Sulastri dan Empat Lelaki" Karya M. Shoim Anwar

Kritik dan Esai Cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” Karya M. Shoim Anwar

Cerpen “Sulastri dan Empat lelaki” karya M. Shoim Anwar menceritakan tentang tokoh Sulastri yang dihadapakan dengan empat tokoh yang berbeda, yaitu seorang polisi, Markam, Firaun, dan Musa. 

Dalam kehidupan manusia kita sering menemukan karakter orang yang berbeda atau kita seringkali dihadapkan dengan pengalam hidup yang berbeda. Hal ini dikarenakan setiap manusia memiliki cara pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkahlaku dalam kehidupan sehari-hari. Dalam cerpen “Sulastri dan Empat lelaki” ini mengambarkan kepada kita bahwa kehidupan itu tidak hanya satu arah, kita harus memahami bahwa adanya perbedaan di antara manusia satu dengan lainnya. 

Cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” diceritakan dalam cerpen sebagai berikut

Tokoh Sulastri dengan tokoh Polisi

Dalam cepen “Sulastri dan Empat Lelaki” tokoh Sulastri dan tokoh Polisi menceritakan tentang mafia dan suap-menyaup yang dilakukan oleh polisi dengan perantara. Polisi menyuruh Sulastri agar turun dari tanggul, tapi ia tak mau ia hanya menghindar dari tindakan fisik. Sulastri berpikir Polisi tak mungkin mendeportasi Sulastri tanpa imbalan. Berikut kutipannya:

“Polisi berbaret biru  dan berkulit gelap itu memberi isyarat agar Sulastri turun dari tanggul. Sulastri tetap menolak untuk turun. Sang polisi mulai kehilangan kesabaran. Raut wajahnya yang cokelat gelap tampak menegang. Dia berjalan cepat menuju patahan tanggul yang belum selesai, kemudian menaiki bongkahan-bongkahan batu. Muncul kekhawatiran dalam diri Sulastri. Sulastri tahu, polisi tak akan menangkapnya tanpa imbalan. Dia hanya menghindar sesaat dari tindakan fisik. Polisi tak mungkin menyerahkannya pada kedutaan untuk dideportasi. Seperti juga teman-teman senasib, Sulastri menggelandang. Kalau ingin ditangkap dan dideportasi, dia harus bergabung dengan beberapa teman, mengumpulkan uang setidaknya seribu real per orang, lalu diserahkan pada para perantara yang bekerja ala mafia. Para perantara inilah yang akan menghubungi polisi agar menangkap sekumpulan orang yang sudah diatur tempat dan waktunya. Dari seribu real per orang, konon polisi akan mendapat tujuh ratus real per orang, sisanya untuk para perantara. Polisi akan mengirim orang-orang tangkapan ini ke kedutaan dengan surat deportasi. Kedutaanlah yang berkewajiban menerbangkan mereka ke tanah air. Celakanya, ketika uang sudah diserahkan tapi penangkapan tak kunjung tiba. Lebih celaka lagi, para perantara ternyata berasal dari negeri Sulastri sendiri”.

Dari kutipan cerpen di atas menceritakan bahwa tokoh Sulastri dihadapkan dengan seorang polisi yang berkerjasama dengan perantara untuk menangkap manusia dengan perjanjian akan memulangkan mereka ke negerinya. Dalam kehidupan saat ini banyak sekali modus kejahatan yang menjadikan manusia sebagai korban pelaku untuk memeroleh uang dan keuntungan diri sendiri saja.  Kejahatan berupa kesepakatan secara ilegal antara kriminal dan bahkan dengan penegak hukum sendiri kerap kali terlibat dalam kegiatan perdagangan, perjudian, penggelapan dana, dan masih banyak lainnya. Kejahatan seperti ini sangat berbahaya, sebab ini merusak individu dan kelompok sosial dan menghancurkan kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Tokoh Sulastri oleh Tokoh Markam

Dalam cerpen “Sulastri dan Emapat Lelaki” menceritakan bahwa Markam, suami Sulastri tidak pernah lagi menghidupi Sulastri dan anak-anaknya karena ia lebih peduli untuk melakukan pertapa di aliran Bengawan Solo. Ia lebih mengapdikan hidupnya untuk kuburan dan benda-benda pusaka. Berikut kutipannya:

“Disana ada seorang lelaki bertapa menginginkan kehadiran benda-benda pusaka, membiarkan istri dan anak-anaknya jatuh bangun mempertahankan nyawa. Lelaki itu bernama Markam, suami Sulastri. Suatu kali Markam pulang dengan berenang menyeberangi Bengawan Solo.”

“Aku tak sanggup begini terus. Apakah anak-anak akan kau beri makan keris dan tombak tua?”

Dari kutipan cerpen tersebut menggambarakan bahwa memang benar Markam sudah tidak peduli dengan keluarganya hingga istri dan anak-anaknya harus berjuang sendiri untuk memperjuangkan hidup. Hal ini juga digambarkan dengan percakapan Sulastri dengan tokoh Musa. Berikut kutipanya:

“Kau masuk ke negeri ini secara haram. Bagaimana aku bisa menolongmu?” jawab Musa dengan suara besar menggema.

“Saya ditelantarkan suami, ya Musa.”

“Suamimu seorang penyembah berhala. Mengapa kau bergantung padanya?”

“Saya seorang perempuan, ya Musa.”

Dari kutipan cerpen di atas mengambarkan bahwa Markam, suaminya Sulastri tidak bertangung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Markam lebih memilih untuk menikmati kehidupannya sendiri, yaitu memilih menyebah berhala agar mendapatkan benda pusaka yang ia inginkan. 

Pengambaran tokoh sulastri dengan tokoh Markam sering terjadi dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan manusia saat ini banyak sekali terjadi perbuatan menelantarkan istri dan anak dengan sengaja. Hal ini terjadi dikarenakan oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor ekonomi. Keadaan ekonomi yang tidak terpenuhi akan memengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan, seperti mencuri, merampok, membunuh, dan lainnya. Tindakan tidak bertanggung jawab sering terjadi dalam kehidupan manusia, baik disengaja maupun tidak disengaja. Padahal tangung jawab menjadi bagian kebutuhan manusia. Tangung jawab merupakan kesadaran seseorang terhadap pekerjaannya baik lingkungan keluarga maupun masyarakat. 

Tokoh Sulastri dengan Tokoh Firaun

Dalam cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” menceritakan bahwa Firaun menganggap bahwa Sulastri adalah budaknya yang diserahkan oleh Markam. Karena Firaun merasa Sulastri sudah menjadi miliknya, Sulastri tidak boleh menolak apapun yang diperintahkan Firaun. Tetapi Sulastri tidak terima diperlakukan seperti itu karena dia tidak menyembah berhala seperti suaminya. Dan Sulastri ingin berlari. Tapi Firaun akan membebaskan Sulastri jika ada yang mampu membayar atau membeli Sulastri. Berikut kutipannya:

“Ooo…Siapa yang telah membayar untuk membebaskanmu? Semua adalah milikku. Semua adalah aku!”.

…Sulastri dengan cepat berbalik arah dan berlari.

“Hai, jangan berlari! Kau datang ke sini untuk menghambakan diri. Kau adalah milik tuanmu. Tunduklah kehadapanku!”

Disaat Sulastri berlari menjauhi Firaun, Firaun tetap saja mengejarnya. Ia tak ingin kehilangan budaknya begitu saja. Berikut kutipannya:

“Sulastri terus berlari. Firaun melangkahkan kakinya, makin cepat dan cepat, lalu berlari. Bunyi mendebam di atas tanggul. Dari kejauhan terlihat seperti gadis kecil dikejar raksasa.

Dari kutipan cerpen di atas mengambarkan penindasan yang dilakukan penguasa, bahwa para penguasa seenaknya mengatur dan harus mematuhi setiap perintah. Dalam kehidupan saat ini banyak sekali terjadi penindasan yang dilakukan oleh orang yang berkuasa atau dilakukan oleh kelompok yang kuat terhadap yang lemah. Bentuk penindasan yang diceritakan dalam cerpen tersebut masih sama seperti yang terjadi saat ini, yaitu lebih pada penindasan yang berpegang pada kemanusian yang melahirkan kemiskinan. Penguasaan yang berujung pada penindasan ini disebabkan oleh kekuatan lapisan masyarakat yang lebih berkuasa secara finansial, budaya, politik dan kedudukan. 

Tokoh Sulastri  dengan tokoh Musa

Dalam cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” tokoh Sulastri dan tokoh Musa menceritakan  keadaan yang dialami Sulastri di negerinya. Para pemimpin membiarkan rakyatnya kesusahan dan tidak bisa berdaya akibat ulah pemimpin negeri. Pada saat pemilihan saja para pemimoin membutuhkan rakyatnya. Berikut kutipan percakapan Sulastri dengan tokoh lain, Musa:

“Kami menderita, ya Musa”

“Para pemimpin negerimu serakah.”

“Kami tak kebagian, ya Musa”

“Mereka telah menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga, golongan, serta para cukongnya.”

“Kami tak memperoleh keadilan, ya Musa.”

“Di negerimu keadilan telah jadi slogan.”

“Tolonglah saya, ya Musa.”

“Para pemimpin negerimu juga tak bisa menolong. Kau hanya dibutuhkann saat pemilu. Setelah itu kau dijadikan barang dagangan yang murah.”

“Tolonglah saya, Ya Musa….”

Dari kutipan cerpen tersebut menggambarkan ketidakadilan yang dialami oleh Sulastri di negerinya dan juga menggabarkan penindasan yang dilakukan oleh para penguasa yang tidak memerhatikan rakyat yang sudah memilih mereka. Pengambaran kehidupan tokoh Sulastri tersebut masih terjadi pada kehidupan manusia saat ini. Pemerintah tidak mempedulikan rakyatnya ketika sudah menduduki kekuasaan yang diinginkannya. Pemerintah akan peduli jika ada program menduduki kekuasaan yang baru. Hal ini menyebabkan tingginya angka kemiskinan di negeri ini. Kemiskinan bukan hanya disebabkkan oleh kemalasan, melainkan oleh ketidakadilan. Dalam hal ini, penguasa hanya membuat sitem kebijakan hanya menguntungkan kelompok tertentu.  Selain itu, tidak berpihaknya penguasa terhadap rakyat kecil dikarenakan matinya nurani dalam memahami kesulitan rakyat kecil. Pada saat ini, kemiskinan yang dihadapai sangat luar biasa. Hal ini terjadi karena begitu banyak kebijakan yang menyulitkan rakyat kecil untuk mengembangkan usahanya. Jika ini terus-menerus terjadi, maka kemiskinan akan semakin meningkat. 


Cerpen “Sulastri dan Emapat Lelaki” memiliki kaitan dengan masalah yang terjadi di Indonesia saat ini. Berikut pemaparannya.

Masalah Politik

Dalam cerpen “Sulastri dan Empat lelaki” mengambarkan masalah politik yang terjadi di negerinya. Hal ini ditunjukkan dengan dialog tokoh Sulastri dan tokoh Musa. Berikut kutipan percakapan Sulastri dengan tokoh lain, Musa:

“Kami menderita, ya Musa”

“Para pemimpin negerimu serakah.”

“Kami tak kebagian, ya Musa”

“Mereka telah menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga, golongan, serta para cukongnya.”

“Kami tak memperoleh keadilan, ya Musa.”

“Di negerimu keadilan telah jadi slogan.”

“Tolonglah saya, ya Musa.”

“Para pemimpin negerimu juga tak bisa menolong. Kau hanya dibutuhkann saat pemilu. Setelah itu kau dijadikan barang dagangan yang murah.”

Dari kutipan doalog tokoh Sulastri dengan tokoh Musa, jelas pengarang disini mengambarkan masalah politik yang terjadi di negeri ini. Jika kita melihat kenyataan sekarang masyarakat kecewa karena diberi harapan palsu oleh para elit politik. Politik yang diisi dengan janji yang mengarahkan kebohongan, para pemimpin memberikan janji kepada masyarakat ketika waktu pemilihan tiba. Ketika sudah terpilih, mereka tidak lagi memerhatikan rakyat kecil yang sudah berjuang untuk mereka. Hal ini membuat orang kecewa,  banyak ketidakadilan yang dialami masyarakat karena ulah pemimimpinnya sendiri.

Masalah Hukum

Dalam cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” mengambarkan kurangnya penegakan hukum dalam memelihara dan menciptakan keadilan bagi semua masyarakat. Hal ini diceritakan pengarang melalui tokoh Sulastri dan tokoh polisi. Berdasarkan cerita yang dialami tokoh Sulastri, jelas memperlihatkan penyalahgunaan kekuasaan untuk kempentingan pribadi. Hukum seharusnya bertindak dan memihak siapapun tanpa memandang status, terutama dalam mengadili pelaku perdangangan manusia. Kurangnya penegakan hukum memberi celah bagi para penguasa untuk menindas oarang yang lemah. Hal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum perlu diperhatikan kembali untuk kepentingan bersama, bukan untuk pihak tertentu saja.

Masalah Ekonomi

Dalam cerpen “Sulastri dan Empat lelaki” mengambarkan masalah sosial yang disebabkan oleh faktor ekonomi, yaitu kemiskinan. Hal ini diceritakan secara jelas oleh pengarang untuk menggambarkan kondisi ekonomi yang terjadi pada masyarakat saat ini. Meskinpun kita bejuang untuk membebaskan diri dari kemisikinan, kenyataannya sampai saat ini Indonesia belum bisa lepas dari masalah kemisinan. Seperti yang diceritakan dalam cerpen melalui tokoh Firaun, bahwa kemiskinan itu terjadi karena malas dan tidak ada usaha. Selain itu, juga digambarkan denga doalog antara tokoh Sulastri dan Musa. Kemisikinan terjadi karena ketidakadilan yang dilakukan oleh pemimim dalam mensejahtrakan rakyatnya.


Cerpen “Sulastri dan Emapat Lelaki” banyak menggambarkan kehidupan yang terjadi saat ini. Kejadian dalam cerpen ini merupakan bentuk ungkapan hati pengarang untuk menggambarkan kondisi kehidupan yang terjadi di masyarakat. Pengarang menggambarkan kehidupan masarakat dengan berbagai kondisi yang dialami oleh tokoh Sulastri. Dalam cerpen ini pengarang tidak menceritakan dengan jelas setiap akhir cerita antara tokoh Sulastri dan Empat Lelaki. Pengarang mungkin sengaja membuat cerita seperti itu untuk membuat penasaran bagi pembaca.


Sabtu, 17 April 2021

Kritik dan Esai Cerpen Di Jalan Jabal Kaabah

Kritik dan Esai Pada Cerpen Di Jalan Jabal Kaabah karya Shoim Anwar

Cerpen yang berjudul "Di Jalan Jabal Kaabah" karya Shoim Anwar menceritakan tentang perjalanan ibadah Tuan Amali dan Nyonya Tilah ke tanah suci. Ketika melakukan ibadah haji di tanah suci ada pula orang yang buruk dengan merugikan banyak orang yaitu seorang anak yang diperbudak untuk meminta-minta dengan cara yang tak wajar, menipu orang dengan cara berpura-pura tidak memiliki satu tangan dengan cara menyembunyikan separuh tangannya dibalik baju dalamnya. Awalnya Tuan Amali tidak mengetahui kebenaran tersebut, sehingga ia merasa iba dengan anak-anak cacat di Jabal Al-Kaabah.Tuan Amali pun  memberikan sedikit rezeki kepada anak-anak yang cacat itu.

Dalam kehidupan saat ini, banyak manusia yang  menyalahgunakan sebuah cara untuk memeroleh rezeki. Seringkali kita melihat di pinggir jalan, lampu merah, dan keramaian kota segerombol anak dibawah umur menjadi pengemis demi menarik rasa simpati dari oranglain.  Anak tersebut dipekerjakan oleh orang dewasa yang tidak bertanggung jawab. Kejadian seperti ini sering terjadi dalam kehidupan manusia karena kurangnya pengetahuan dan wawasan seseorang tentang bagaimana mendapatkan rezeki yang layak untuk didapatkan.

Kejadian seperti ini seharusnya tidak boleh dilakukan secara terus menerus. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk memberikan teguran dan wawasan kepada orang yang tidak bertanggung jawab tersebut, seperti yang diceritakan penulis bahwa setelah mengetahui kebenaran tentang perbuatan yang tidak bertanggung jawab tersebut Tuan Amali sangat geram dan  akhirnya mendatangi anak tersebut dengan niat membongkar kebohongan tersebut. Hal ini dilakukan karena para pengemis hanya memanfaatkan sebuah keadaan,  mereka tidak mungkin benar-benar miskin bisa jadi ada yang kaya akan tetapi mereka melakukan itu hal tersebut. Anak kecil yang seharusnya lebih senang bermain dengan teman sebayanya justru malah sudah di ajarkan dengan hal yang tidak layak untuk mereka terima dan rasakan. Kejadian seperti ini sering terjadi dalam kehidupan manusia. Hal ini dilakukan karena masih kurangnya pengetahuan dan wawasan.

Cerpen yang berjudul "Di Jalan Jabal Al-Kabah" mengandung sebuah nilai bahwa, dalam mencari rezeki hendaknya dilakukan dengan cara yang benar. Untuk mendapatkan rezeki tidak harus mengemis, apalagi yang menjadi sasaran dalam mengemis adalah anak kecil. Masih banyak cara untuk mendapatkan rezeki yang halal dan bisa dilakukan dengan cara yang baik dan benar.

Kelebihan : cerpen ini mudah dipahami dan menarik untuk dibaca. Bahasanya yang mudah dipahami pembaca juga menjadi nilai plus tersendiri.

Kekurangan : Tidak digambarkan secara utuh sehingga pembaca bertanya-tanya bagaimana reaksi Nyonya Tilah setelah mengetahui kabar yang sebenarnya.


Sabtu, 10 April 2021

Kritik dan Esai Sastra cerpen “Ada Tahi Lalat Di Dada Istri Pak Lurah” Karya M.Shoim Anwar

Kritik dan Esai Sastra cerpen “Ada Tahi Lalat Di Dada Istri Pak Lurah” Karya M.Shoim Anwar

Sastra merupakan tiruan atau pemaduan antara kenyataan dengan imajinasi pengarang, atau hasil imajinasi pengarang yang bertolak dari suatu kenyataaan. Dalam cerpen Cerpen “Ada Tahi Lalat Di Dada Istri Pak Lurah” Karya M.Shoim Anwar menceritakan tentang kehidupan maasyarakat sekarang. Cerpen ini digambarkan tenang kehidupan masyarakat yang suka bergosip tentang kehidupan orang lain baik yang buruk ataupun yang baik selalu menjadi bahan untuk diperbincangkan mereka. Cerpen Cerpen “Ada Tahi Lalat Di Dada Istri Pak Lurah” Karya M.Shoim Anwar ini diambil dari kehidupan nyata bahwa banyak masyarakat yang masih menggosipkan tentang kehidupan orang lain sebagai bahan obrolan antar masyarakat. Terbukti dari kutipan cerpen berikut ini:

 “Ada  tahi lalat di dada istri Pak Lurah. Itu kabar yang tersebar di tempat kami. Keberadaannya seperti wabah. Lembut tapi pasti. Mungkin orang-orang masih sungkan untuk mengatakannya secara terbuka. Mereka menyampaikan kabar itu dengan suara pelan, mendekatkan mulut ke telinga pendengar, sementara yang lain memasang telinga lebih dekat ke mulut orang yang sedang berbicara. Mereka manggut-manggut, tersenyum sambil membuat kode gerakan menggelembung di dada dengan dua tangan, lalu menudingkan telunjuk ke dada sendiri, sebagai pertanda telah mengerti.”

Dalam kutipan tersebut menggambarkan bagaimana masyarakat sekarang yang suka membicarakan tentang kehidupan orang lain. Dalam kehidupan nyata banyak orang yang membicarakan orang lain banyak diantaranya adalah perbuatan yang baik mereka yang berbicara mempunyai maksud untuk memberitahukan kepada orang lain agar mengetahui aib orang terebut, tak jarang apa yang dibicarakan tidak benar adanya.

“Di luar sana juga ada omongan soal kedekatan istri Pak Lurah dengan bos proyek perumahan,” aku membuka pembicaraan dengan istri.

“Kedekatan yang gimana lagi?” istriku mendongak.

“Bos proyek itu sering datang saat Pak Lurah tidak ada di rumah. Katanya juga pernah keluar bareng.”

Dalam kutipan tersebut menggambarkan dimana mereka membicarakan istri dari pak Lurah dimana yang mereka bicarakan adalah istri pak Lurah yang memiliki kedekatan dengan bos proyek saat pak Lurah sedang bekerja. Dalam kehidupan nyata banyak warga yang senang dengan bergunjing dari mulut kemulut tanpa melihat kebenaran yang ada yang mereka pikirkan hanyalah keburukan dari orang lain tanpa mengolahnya terlebih dahulu.

“Pak Lurah telah menceraikan istrinya yang pertama. Ini istri kedua. Andai tetap dengan Bu Lurah yang dulu, tak akan tersiar kabar kayak begini.”

“Bisa jadi berita itu datangnya dari suaminya yang dulu.”

“Lo, Bu Lurah yang sekarang itu masih perawan. Selisih umurnya katanya dua puluh tahun,” istriku menegaskan sambil menyambut Laela yang baru pulang sekolah”.

Dalam kutipan tersebut menggambarkan dimana istri kedua pak lurah dianggap sebagai wanita yang tidak baik oleh mereka yang bergosip, banyak yang menyangka bahwa cerainya pak Lurah dengan istri yang pertama akibat ulah dari istri kedua. Tidak hanya disitu saja mereka juga membicarakan tentang tahi lalat yang ada di dada istri pak Lurah. Bergosip sepertinya sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging bagi  warga. Didunia nyatapun juga seperti itu, banyak masyarakat yang hobi bergosip tentang orang lain.

Dalam cerpen  tersebut juga digambarkan bahwa sosok seorang pejabat yang memiliki sifat serakah yaitu pak Lurah. Demi mendapatkan banyak uang untuk keuntungan pribadinya. Bahkan dia memanfaatkan orang miskin untuk meraup keuntungan pribadi dengan membodohi mereka supaya mereka menjual tanahnya. Dalam kehidupan sekarang pun masih ada masyarakat yang menipu orang lain demi keuntungannya semata. Itu juga ada didalam kutipan cerpen sebagai berikut:

“ “Bilang sama Pak Lurah,” aku melanjutkan, “mestinya kehidupan kami diperbaiki agar makmur. Diciptakan lapangan kerja baru. Bukan mengancam agar rakyat menjual tanahnya kayak kompeni.”

“Kalau ada perumahan, pasti warga dapat kesempatan kerja.”

“Jadi kuli dan babu!” aku menyergah.”

Dalam cerpen ini pun warga masih membicarakan orang lain tanpa melihat sikon terlebih dahulu dimana mereka tidak menyerap informasi apakah itu benar adanya, yang mereka tahu hanyalah bergosip. Dalam kutipan cerpen menunjukan bahwa saat bergosipun mereka tidak melihat sekeliling apakah ada orang lain yang mendengar contohnya saja pada cerpen, ada anak dari mereka yang mendengar percakapan itu. Perlu diingat bahwa pada usia anak-anak, anak akan menyerap dan mempelajari apa yang dia dengar dan dia lihat jadi sebaiknya orang tua harus waspada bahkan berhati-hati saat membicarakan sesuatu. Kutipan cerpen berikut :

 “Haaa…??!!!” aku heran dan terhenyak. Istriku juga tampak terbengong-bengong. Kami saling memandang. Tak bicara apa-apa. Entah bagaimana ceritanya Laela tiba-tiba menunjukkan gambar perempuan yang bertahi lalat di dadanya. Persis gunjingan yang hari-hari ini kami dengar.

“Ini tahi lalat di dada istri Pak Lurah…” kembali anakku menuding gambar yang telah dibuatnya. Kami hanya tersenyum. Kecut dan heran”.

Dapat disimpulakan bahwa bergosip sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat baik dalam kehidupan nyata maupun dalam cerpen yang berjudul “Ada Tahi Lalat Di Dada Istri Pak Lurah” Karya M. Shoim Anwar. Dengan membicarakan keburukan maupun kebaik orang lain itu tidak baik adanya apalagi sampai menimbulkan masalah dan kesalah pahaman. Sebaiknya kebiasaan buruk tentang bergosip dihilangkan karena bisa membuat masalah muncul antaranya kesalahpahaman, perdebatan dan perkelahian. Masyarakat saat ini harus waspada dengan pikiran mereka sendiri maupun dengan mulut mereka karena ada pepatah mulutmu harimaumu dimana dari mulut banyak menyebabkan masalah kalau yang dikeluarkan merupakan kata-kata yang buruk.


Jumat, 02 April 2021

Kritik dan Esai Cerpen

Kritik dan Esai Cerpen “Sisik Naga di Jari Manis Gus Usup” Karya M. Shoim Anwar

Dalam cerpen “Sisik Naga di Jari Manis Gus Usup”, menceritakan seorang tokoh bernama Gus Usup yang dihormati dan disegani oleh masyarakat di sekitarnya. Gus Usup digambarkan sebagai seseorang yang baik dan ramah. Dalam cerpen tersebut juga di gambarkan bahwa masyarakat menganggap apa saja yang ada pada diri Gus Usup merupakan sesuatu yang luar biasa. Hal ini ditunjukkan dengan batu akik bermotif sisik naga yang dipakai oleh Gus Usup. Penggambaran kehidupan dalam cerpen “Sisik Naga di Jari Manis Gus Usup” terjadi dalam kehidupan manusia saat ini. Masyarakat masih banyak yang mempercayai hal-hal magis atau supranatural dalam sebuah benda. Seiring berjalannya waktu, kepercayaan semacam ini bahkan masih hidup hingga kini. Kita dapat melihat, saat ini masih banyak orang percaya batu cincin ataupun benda jimat lainnya dapat memberi berbagai khasiat, mulai dari kekebalan, kegagahan, hingga ketampanan.

Cerpen “Sisik Naga di Jari Manis Gus Usup”, ceritanya mudah untuk dipahami dan alur yang digunakan juga jelas. Cerpen tersebut  memiliki amanat bahwa kesukaan untuk memiliki sebuah benda boleh tapi jika itu untuk hiasan atau karena rasa suka saja tapi jangan gunakan itu sebagai kepercayaan yang terlalu berlebihan.


Jumat, 26 Maret 2021

KRITIK DAN ESAI PUISI "ULAMA ABIYASA TAK PERNAH MINTA JATAH" KARYA M. SHOIM ANWAR

Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah” 

Karya M. Shoim Anwar



Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia

panutan para kawula dari awal kisah

ia adalah cagak yang tegak

tak pernah silau oleh gebyar dunia

tak pernah ngiler oleh umpan penguasa

tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah

tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak

tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja


Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah

marwah digenggam hingga ke dada

tuturnya indah menyemaikan aroma bunga

senyumnya merasuk hingga ke sukma

langkahnya menjadi panutan bijaksana

kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata


Ulama Abiyasa bertitah

para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya

tak ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa

menjadikannya sebagai pengumpul suara

atau didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa

diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah

agar tampak sebagai barisan ulama


Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua

datanglah jika ingin menghaturkan sembah

semua diterima dengan senyum mempesona

jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena

sebab ia lurus apa adanya

mintalah arah dan jalan sebagai amanah

bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata

tapi dilaksanakan sepenuh langkah


Penghujung Desember 2020


Kritik dan Esai Puisi “Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah”


Puisi di atas merupakan salah satu karya dari M. Shoim Anwar, seorang sastrawan sekaligus dosen. M. Shoim Anwar lahir di Desa Sambong Dukuh, Jombang, Jawa Timur. M. Shoim Anwar telah banyak menulis cerpen, novel, esei, dan puisi di berbagai media, salah satunya adalah puisi Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah.


Puisi di atas dengan judul “Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah”, pengarang menggunakan nama salah satu tokoh dalam pewayangan Jawa yaitu Begawan Abyasa. Begawan Abyasa merupakan kakek dari Pandawa dan Kurawa. Sebenarnya Begawan Abyasa merupakan seorang pertapa. Begawan Abyasa datang ke istana Hastinapura karena ia dipanggil oleh permaisuri Durgandini yang tidak lain adalah ibunya untuk menikahi janda dari Citrawirya yang telah meninggal sekaligus menggantikan Citrawirya dalam bertahta. Akhirnya istri dari Abyasa melahirkan masing-masing putra yaitu Drestarastra ayah dari para Kurawa dan Pandu ayah dari para Pandawa. Setelah tiba saatnya nanti Begawan Abyasa turun tahta ia akan kembali menjadi seorang pertapa.


Bait pertama puisi di atas sebagai berikut.


Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia

panutan para kawula dari awal kisah

ia adalah cagak yang tegak

tak pernah silau oleh gebyar dunia

tak pernah ngiler oleh umpan penguasa

tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah

tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak

tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja


Dalam bait tersebut menggambarkan bahwa Abiyasa adalah tokoh yang bijaksana dan mulia. Ia tidak tergoda dengan kebutuhan duniawi yang mencoba menggodanya. Hal tersebut sering terjadi dalam kehidupan manusia saat ini. Dari bait puisi tersebut kita harus belajar bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dari godaan, begitu banyak pengaruh dari luar  yang mengantarkan kita pada kebutuhan duniawi. Oleh karena itu, kita harus mampu memilih untuk tidak melakukan hal-hal yang mengubah jalan hidup kita ke hal-hal yang tidak baik.


Bait kedua puisi di atas sebagai berikut.


Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah

marwah digenggam hingga ke dada

tuturnya indah menyemaikan aroma bunga

senyumnya merasuk hingga ke sukma

langkahnya menjadi panutan bijaksana

kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata


Pada bait tersebut memiliki makna bahwa Abiyasa adalah seseorang yang memegang teguh harga diri serta kehormatan. Ia juga memiliki perasaan yang ramah dan lemah lembut sehingga orang sangat menghormatinya. Penggambaran tokoh Abiyasa tersebut mengikat kita untuk mengikuti atau menjadikannya sebagai teladan hidup. Ketika kita menyampaikan sesuatu dengan baik maka kita akan didengar oleh orang lain. Bahkan setiap perbuatan kita akan dijadikan contoh oleh orang apabila kita melakukan sesuatu dengan hati yang bijaksana dan penuh kebaikan. 


Bait ketiga puisi di atas sebagai berikut.


Ulama Abiyasa bertitah

para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya

tak ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa

menjadikannya sebagai pengumpul suara

atau didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa

diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah

agar tampak sebagai barisan ulama


Pada bait tersebut menggambarkan kesederhanaan,  bahwa  seseorang yang berpenampilan sederhana sangat cocok menjadi pemimpin. Kesederhanaan memang selalu menjadi pilihan bagi sebagian orang. Hidup sederhana membuat kita disukai banyak orang. Hal ini menunjukkan bahwa banyak yang menginginkan seorang pemimpin yang sederhana.



Bait keempat puisi di atas sebagai berikut.


Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua

datanglah jika ingin menghaturkan sembah

semua diterima dengan senyum mempesona

jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena

sebab ia lurus apa adanya

mintalah arah dan jalan sebagai amanah

bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata

tapi dilaksanakan sepenuh langkah

         

Bait tersebut menggambarkan tokoh Abiyasa yang bijaksana. Ia melakukan sesuatu dengan sepenuh hati dan apa adanya. Dalam kehidupan manusia saat ini banyak orang yang melakukan sesuatu dengan sepenuh hati, akan tetapi masih banyak juga yang tidak. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia sering dihadapkan dengan pilihan, antara bebuat baik atau tidak sama sekali. Dari bait puisi tersebut kita harus belajar bahwa melakukan sesuatu itu harus dengan tulus dan sepenuh hati. 


Dari puisi tersebut kita belajar bahwa menjadi pemimpin itu harus bijaksana dan tulus. Pemimpin dalam hal bisa dalam bentuk apapun, baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam masyarakat. Dengan begitu kita akan dihormati dan dijadikan contoh bagi semua orang.

Kelemahan puisi tersebut adalah penggunaan diksinya menghasilkan bunyi dan nada yang serupa. Kelebihan dalam puisi tersebut adalah mudah dipahami.



Senin, 22 Maret 2021

Meraih Prestasi Bersama Shorinji Kempo Manggarai Barat


Hari ini cuaca terik sekali, kami datang lebih awal ke dojo tempat latihan beladiri Shorinji Kempo karena sat bulan lagi kami dan atlet lainnya akan mewakili Manggarai Barat, Labuan Bajo untuk mengikuti Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) tingkat provisi Nusa Tenggara Timur (Kupang). Ini merupakan kali pertama kami mengikuti kejuaraan beladiri antar pelajar, jadi kami tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. 

kami mulai melakukan pemanasan yang dipimpin oleh senpai senior. Seperti biasanya kami membutuhkan tiga puluh menit untuk melakukan pemanasan. Setiap orang serius melakukan pemanasan karena kalau tidak akan dimarahi oleh senpai, apalagi kami sudah diseleksi untuk mengikuti kejuaraan. Setelah melewati tiga puluh menit melakukan pemanasan kami diizinkan untuk istirahat. 

kami bangkit dari istirahat untuk segera mulai latihan dasar. Setelah itu latihan kami mulai meningkat, setiap orang melakukan tendangan selama dua menit tanpa henti. Kecepatan kaki sangat menentukan kekuatan tendangan. Oleh karena itu, selama melakukan tendangan kami harus fokus dan mengatur nafas agar tidak mudah lelah. Selesai melakukan tendangan, selanjutnya kami memadukan gerakan menukul dan menendang, sama seperti yang pertama dilakukan selama dua menit tanpa henti. Sungguh latihan ini cukup menguras tenaga, tapi latihan masih belum apa-apa masih banyak gerakan yang akan dilatih oleh senpai. Setelah selesai gerakan memukul dan menendang kami kembali diizinkan untuk istirahat.

Senpai meminta kami mengenakan perlengkapan pertandingan, latihan selanjutnya memeragakan gerakan menyerang dan menghindar yang dilakukan berhadap-hadapan dengan pasangan. Kami pun dengan segera mengenakan perlengkapan pertandingan dan mulai meragakan gerakan menyerang dan menghindar. Latihan ini cukup menguras tenaga, karena kami belum terbiasa mengenakan perlengkapan pertandingan membuat kami kesulitan menendang laman main. 

Senpai yang melatih kami dikenal sebagai senpai yang galak, apabila kami tidak serius mengikuti latihan maka akan dikenakan sanksi, bahkan diancam keluar dari seleksi. Oleh karena itu kami selalu serius dan semangat mengikuti latihan, apalagi kami akan mengikuti kejuaran tingkat provinsi. Senpai selalu memberi motivasi bagi kami, ia menginginkan kami mejadi atlet Shorinji Kempo yang berkualitas dan bisa membawa nama baik daerah ketika mengikuti kejuaraan. 

Setelah lama memeragakan cara menyerang dan menghindar kami diminta untuk melakukan sparing agar terbiasa ketika berhadapan dengan lawan saat mengikuti kejuaraan. Dalam hal ini kami tidak melihat sesama atlet sebagai teman, akan tetapi kami harus melakukan seperti saat pertandingan yang sesungguhnya. Secara bergantian kami melawan sesama teman. 

Tidak terasa hari sudah mulai gelap, kami segera mengakhiri latihan dan melepaskan peralatan pertandingan untuk simpan digudang olahraga. Seperti biasa selesai latihan kami berkumpul untuk makan bubur kacang hijau bersama. Hal ini dilakukan untuk menambah engergi dan menjaga keshatan fisik kami. 

Dua minggu telah berlalu, Pekan Olaharaga Pelajar Daerah (POPDA) teah tiba. Kami sudah berlatih setiah hari selama dua minggu, kami yakin fisik kami sudah kuat dan menguasai gerakan menyerang dan mengindar untuk mengikuti kejuaraan. 

Kegiatan ini diadakan di gedung olahraga provinsi yang bertempat di Kota Kupang. Kami berjumlah 13 orang yang mewakili Manggarai Barat, yaitu 7 atlet SMA, 5 atlet SMP, dan 1 atlet SD. Kami berangkat ke Kupang naik pesawat. Sebagain besar dari kami belum pernah naik pesawat, ini juga menjadi pengalam menarik bagi kami. Setibanya di Kupang, kami langsung menuju hotel untuk istirahat. Selanjutnya kami menuju tempat perlombaan untuk mengecek berat badan yang akan menentukan kelas main. Setelah selesai kami langsung kembali ke hotel untuk istirahat karena besoknya kami akan memulai pertandingan.

Tepat hari itu adalah hari Senin, hari pertama mulai perlomban. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh gubernur Nusa Tenggara Timur dan dibuka dengan gerakan Shorinji Kempo oleh atlet kota Kupang. Kegiatan ini diikuti oleh 8  kabupaten. Selanjutnya pertandingan dimulai, yang dibagi menjadi tiga arena. Arena satu untuk atlet wanita, arena dua untuk atlet putra SD dan SMP, dan arena tiga untuk atlet putra SMA. 

Hari pertama kami sudah memenangkan 2 emas dan 3 perunggu. Peraih mendali emas masing-masing diperoleh oleh atlet SMA kelas 50-55 dan 55-60. Sedangkan perunggu dipeoleh atlet Putri SMP kelas 40-45 dan Putra SMA kelas 60-65. Perasaan kami sanggat bangga untuk hari pertama, semua atlet yang sudah bertanding mendapatkan mendali. Selesai kegiatan hari pertama kami kembali ke hotel untuk istirahat dan atlet yang belum bertanding melakukan latihan selama satu jam untuk persiapan pertandingan besoknya.

Hari kedua pertandingan mulai, kami mendapatkan 2 mendali emas, 3 perak, dan 1 perunggu. Pertandingan hari kedua ini dilanjukan dengan gerangan beregu yang terdiri 4 orang satu regu untuk memerangakan gerakan seni beladiri Shorinji Kempo. Dari hasil gerangan beregu kami mendapatkan mendali 2 perunggu, masing-masing dipeoleh regu putra dan regu campuran. 

Setelah selesai pertandingan semua atlet berkumpul untuk menerima penghargaan. Secara bergantian dibacakan yang mendapat mendali emas hingga perunggu. Dari keseluruhan atlet Shorinji Kempo Manggarai Barat yang dibawa, kami semua mendapatkan mendali, yaitu 4 mendali emas, 3 mendali perak, dan 4mendali perunggu. Mendali emas dan perak diraih secara individu, sedangkan perunggu diraih secara individu dan regu. Hal membuat kami sangat bangga dan terharu, latihan dan kerja keras kami membuahkan hasil yang memuaskan. Senpai sangat bangga pada kami dan mengucapkan selamat atas raihan mendali kami. Setelah selesai semua kegiatan hari kedua kami kembali ke hotel untuk istirahat, karena besoknya kami segera kembali ke Manggarai Barat, Labuan Bajo. 

Saatnya tiba, waktunya kami kembali ke Labuan Bajo. Kami menju bandara untuk segera berangkat ke Laabuan Bajo. Setelah sampai di bandara kami melakukan cek-in dan tidak lama menunggu kami langsung berangkat. Setibanya di Labuan Bajo kami berkumpul untuk makan bersama dan setelah selesai kami kembali ke tempat tingggal masing-masing.


Kritik dan Esai Lima Cerita Pendek

Judul cerita pendek yang akan dibahas yaitu; "Sorot Mata Syaila", "Sepatu Jinjit Aryanti", "Bambi dan Perempuan Ber...